Mohon tunggu...
Abah Pitung
Abah Pitung Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pengamat Politik & Sosial Ekonomi yang sangat Sadar pada tingkat bawah sadar. Sangat setuju agar Koruptor besar dihukum mati dan perilaku mereka sebenarnya sudah mengabaikan serta meniadakan Allah SWT., dalam kehidupannya ketika berbuat korupsi. KORUPTOR adalah PENJAHAT NEGARA dan BANGSA INDONESIA sampai dunia kiamat. Vonis hukuman bagi Koruptor, bukanlah nilai yang bisa impas atas kejahatan Korupsi. Email ke : abahpitungkite@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Politisasi Kata Cilik Berakhir Licik

11 Juni 2014   04:51 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:18 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua rakyat Indonesia mengetahui, bahwa PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) partai pendukung Jokowi-JK adalah merupakan partai fusi (pengabungan) dari beberapa partai sekuler PNI, IPKI, MURBA ditambah Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Partai Katholik. PDIP sudah lama dijadikan wadah perpolitikan bagi kalangan organisasi Kristen Protestan, Kristen Katholik, Kristen Advent, Kristen Saksi Yehova, Budha, Hindu, Kejawen dan Sosialis, Nasionalis, Aliran Kepercayaan, agama Ahmadiyah, agama Syiah serta para mantan pengikut paham Marxisme yang anti militer (TNI). Munculnya keluarga Soekarno memegang puncak manajemen organisasi PDIP selama ini, dan senantiasa terpilih pada posisi tertinggi di partai adalah untuk memanfaatkan simpati emosi massa PDIP dan emosi masa publik lainnya yang masih simpati dan cinta dengan sosok figur Pemimpin Besar Soekarno. Makanya dalam berbagai bentuk spanduk partai, gambar wajah Soekarno senantiasa ditampilkan dominan. Selogan yang hebat yang selalu digembar-gemborkan oleh PDIP adalah "Partai-nya wong cilik", sekarang tidak berani lagi dipakai dan disebutkan, karena PDIP selama diberi wewenang berkuasa, ternyata berubah menjadi "Partai-nya wong LICIK" (secara data penelitian, merupakan partai terbanyak kader yang korupsi dan manipulasi). Disaksikan oleh seluruh rakyat Indonesia ternyata selogan dan teriakan "Wong Cilik" hanya basa-basi politik dan tidak sesungguhnya mampu mensejahterakan wong cilik. Akhirnya seluruh rakyat mempelesetkan kata CILIK menjadi LICIK.

Mengapa Jokowi disetujui menjadi capres oleh partai PDIP ? Karena di PDIP tidak ada kader yang bisa laku serta bisa diterima oleh seluruh rakyat Indonesia. Sebagian besar rakyat Indonesia sudah trauma dengan PDIP serta para partai lainnya yang hampir keseluruhan para kader dan SDM petinggi partai pernah terlibat korupsi.

Pada kenyataannya selama ini, ketika PDIP berkuasa yang selalu berteriak dengan memakai kata selogan "Wong Cilik", ketika disaksikan oleh banyak rakyat Indonesia, banyak para kadernya yang terlibat korupsi, maka rakyat mengatakan "Hai PDIP, kamu sekalian hanya mempolitisasi kata Wong Cilik, ternyata dalam prakteknya kalian semua adalah para Wong Licik"

Kenyataan kedepan bagi bangsa Indonesia, akan terulang kembali berkuasanya para wong licik jika pemilihan Presiden pada tanggal 9 Juli 2014 mendatang dimenangkan oleh Jokowi-Jusuf Kalla. Oleh karena itu, penulis sangat berharap kepada seluruh para pemilih baik para pemuda-pemudi, para bapak dan ibu, para kakek dan nenek pilihlah satu (1) figur/sosok pemimpin Indonesia yang tegar dan kuat yang bisa membawa Indonesia kembali menjadi Negara yang mandiri berdiri diatas kaki sendiri. Pengaruh asing dan para komparadornya yang ada didalam negeri, bisa kita kendalikan agar tidak bisa berkuasa dalam politik dan ekonomi Negara Indonesia yang kita cintai ini. Sudah saatnya bangsa Indonesia dikuasai oleh anak bangsa Indonesia sendiri dalam arti seluas-luasnya. Merdekalah sepenuhnya Bangsa Indonesia !!! (Abah Pitung)

Pidato Capres di KPU.

Contekan Debat karena gugup.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun