Katanya Hakim sebagai wakilnya Tuhan didunia, yang bisa memenuhi keputusan mendekati nilai keadilan dari Tuhan. Makanya ada pengakuan masyarakat terhadap hakim yang sangat diharapkan oleh seluruh masyarakat untuk bisa menegakkan Hukum secara adil dan bermartabat berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.  Gugatan PHPU Pilpres 2014 yang disampaikan pasangan Prabowo-Hatta, selama dua pekan lamanya masa persidangan yang melelahkan, ternyata putusan para hakim cuma "menolak semua gugatan". Berbeda dengan putusan DKPP yang memutuskan adanya kecurangan nyata terbukti dan beberapa Ketua KPUD dinyatakan bersalah serta KPU-pusat diperingatkan secara keras atas banyaknya kesalahan yang dilakukan KPU dan KPUD.
Seluruh rakyat sebenarnya menunggu adanya penegakan Hukum yang benar, baik dan adil dari MK dalam putusan pada tanggal 21 Agustus 2014 untuk menjadi contoh lanjutan pelaksanaan PEMILU PRESIDEN yang berkualitas demokrasi terbaik selanjutnya di tahun 2019 mendatang.
Dengan adanya putusan MK yang sangat tidak adil ini, kembali citra penegakan Hukum di Indonesia dihempas keras dalam citra yang sangat buruk oleh Dewan Hakim MK yang selalu disebut-sebut sebagai yang mulia. Inikah putusan dari dewan yang mulia itu ? Seorang atau kelompok manusia disebutkan sebagai yang mulia, tentu perbuatannya juga sebagai perbuatan yang mulia yang bisa dirasakan oleh manusia dilingkungannya dengan manfaat yang melegakan. Jika Hakim disebut sebagai yang mulia, maka putusannya seharusnya dan selayaknya adalah putusan yang baik, benar dan adil sesuai dengan dasar hukum yang syah dan disepakati.
Sangat jelas adanya kecurangan yang terjadi pada berbagai daerah dalam Pilpres 2014 diantaranya, tidak adanya Pilpres di TPS akan tetapi dinyatakan dalam laporan dokumen di Propinsi ada Pilpres. Adanya pencoblosan sepihak dalam bentuk video yang memenangkan pasangan tertentu memang terjadi serta banyak lagi, bahkan kecurangan itu terjadi didekat KPU dan terjadi di DKI Jakarta.
Kita semua sudah lama menikmati keputusan Hukum yang tidak adil dari para Hakim diluar lembaga MK dan itu terjadi di berbagai Pengadilan Negeri. Harapan penegakan keadilan dalam persengketaan Pilpres 2014 melalui lembaga terhormat seperti MK, tidak bisa kita rasakan dan lucunya putusan MK ini dipuji oleh petinggi kelompok yang merasa dimenangkan tanpa malu-malu menyebutkan bahwa putusan MK yang kontradiktif ini sebagai putusan yang benar serta memenuhi aspek keadilan.
Perlu diingat, bahwa 50% lebih masyarakat pemilih dalam Pilpres 2014 ini yang dikecewakan oleh putusan MK yang tidak adil ini dan itu merupakan jumlah pemilih yang cukup besar.
Kita semua mempertanyakan dan bisa menyangsikan bagaimana berjalannya Pemerintahan selanjutnya pada periode 2014-2019 yang dipimpin oleh hasil Pilpres 2014 yang curang dengan putusan MK yang tidak adil. (Abah Pitung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H