BILA kita flashback ke pilpres tahun 2009, rivalitas yang terjadi adalah diantara 3 skuadron, yakni nasionalis religius dengan tokohnya SBY-Budiono, nasionalis sekuler-1 dengan tokohnya Megawati-Prabowo, dan nasionalis sekuler-2 dengan tokohnya JK-Wiranto.
Penyebutan istilah nasionalis religius dan nasionalis sekuler diambil berdasarkan kepada warna koalisi parpol. Pada tahun 2009, skuadron nasionalis religius merupakan gabungan (Partai Demokrat, PKS, PAN, PPP, dan PKB). Skuadron nasionalis sekuler-1 meruapkan gabungan (PDIP dan Partai Gerindra), sedangkan skuadron nasionalis sekuler-2 merupakan gabungan (Partai Golkar dan Partai Hanura).
Rivalitas skuadron nasionalis religius dan nasionalis sekuler tahun 2009 menunjukkan hasil sebagai berikut: 60,80 persen : 26,79 persen : 12,41 persen. Alhasil, skuadron nasionalis religius unggul telak atas dua skuadron nasionalis dengan satu putaran.
Kini, rivalitas pada pilpres 2014 tak jauh berbeda dengan pilpres 2009. Yakni, rivalitas antara skuadron nasionalis religius yang mengusung tokoh PRABOWO-HATTA dan skuadron nasionalis sekuler yang mengusung tokoh JOKOWI-KALLA. Skuadron nasionalis religius terdiri dari: Partai Gerindra, PAN, PKS, PPP, Partai Golkar, Partai Demokrat, dan PBB). Sedangkan skuadron nasionalis sekuler terdiri dari: PDIP, Partai Nasdem, Partai Hanura, dan PKPI.
Bila tolok ukurnya adalah pilpres 2009, maka dengan komposisi parpol kolaisi yang relatif sama, pilpres kali ini dapat diperkirakan bahwa perolehan suara PRABOWO-HATTA akan mendapat sekitar 60 persen, sedangkan JOKOWI-KALLA akan meraih sekitar 40 persen.
Hal yang menarik untuk dicermati adalah keengganan Partai Golkar dan Partai Gerindra bergabung kembali dengan skuadron nasionalis sekuler di satu sisi, serta PKB yang pamitan dari skuadron nasionalis religius di sisi lain. Akankah peristiwa ini mampu mengubah persentase perolehan suara kedua skuadron pada pilpres 2014?
Mari kita analisa. Pada pilpres 2009, Megawati (PDIP) mendapat 26,79 persen dengan dukungan Prabowo (Gerindra), sekarang tidak. Jusuf Kalla memperoleh 12,41 persen dengan dukungan penuh Partai Golkar, sekarang tidak. Maka, dengan hengkangnya Partai Gerindra dan Partai Golkar dari skuadron nasionalis sekuler, otomatis akan memperkuat skuadron nasionalis religius.
Kemudian, apakah dengan pamitannya PKB dari skuadron nasionalis religius otomatis akan memperkuat skuadron nasionalis sekuler? maybe yes maybe no. Namun perlu diingat, meskipun PKB berbasis massa ormas Islam terbesar di Indonesia, yakni NU, suaranya terpecah alias tidak bulat milik skuadron nasionalis sekuler. Hal itu ditandai dengan adanya sebagian politisi PKB yang tetap konsisten mendukung skuadron nasionalis religius. Bahkan, Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj M.A. selaku ketua PB NU saat ini, beserta sebagian ulama NU memilih tetap bergabung dengan barisan nasionalis religius.
Bolehlah orang bilang, lain pileg lain pilpres. Dalam pilpres, sosok capres lah yang menjadi faktor penentu pilihan hati rakyat, akan tetapi saat ini survey menunjukkan bahwa tingkat popularitas dan elektabilitas kedua sosok capres sudah relatif berimbang. Ini artinya, kerja keras mesin partai pendukung koalisi mutlak diperlukan.
Dengan memperhatikan peta kekuatan di atas, maka perkiraan saya, pada pilpres 2014, kemeangan akan tetap berpihak kepada skuadron nasionalis religius. Meskipun demikian, selama takdir Tuhan belum berlaku di bumi ini, skuadron nasionalis sekuler pun memiliki peluang yang sama untuk menang. Semoga pilpres kali ini berlangsung dengan aman, damai, Â jujur, dan adil untuk mencipta Indonesia BANGKIT dan HEBAT.
Jakarta, 07 Juni 2014