SIANG tadi, Selasa (30/12/2014) terjawab sudah teka-teki hilangnya pesawat AirAsia QZ8501. Patut diapresiasi kesungguhan Badan SAR Nasional yang bergandengan tangan dengan TNI serta pihak lainnya yang begitu semangat tak kenal lelah menyusuri lautan di sekitar pulau tujuh di kepulauan Bangka Belitung, lokasi perkiraan jatuhnya pesawat. Dengan ditemukannya mayat terapung dan benda-benda yang diduga kuat merupakan serpihan pesawat, maka cahaya terang sudah menyingsing untuk mengungkap nasib dari 155 jiwa manusia yag berada di dalamnya.
Setiap musibah mengandung hikmah. Tak terkecuali dalam peristiwa ini. ٍSuatu ungkapan mengatakan "hikmah itu sesuatu yang hilang dari diri orang beriman, dimanapun ia menemukannya, ia lebih berhak memungutnya." Orang beriman mempercayai tak ada suatu peristiwa yang terjadi melainkan atas kehendak Tuhan. Bila ketetapan Tuhan sudah diberlakukan, siapapun takkan ada yang mampu menentangnya atau membatalkannya. Dalam kondisi seperti ini, hal yang paling bijak dilakukan manusia adalah berlapang dada menerima ketetapan-Nya dan seraya memunguti butiran-butiran hikmah yang berserakan dibalik kejadian.
Tak gampang memang bagi keluarga yang ditinggalkan untuk melupakan peristiwa yang menyebabkan hilangnya nyawa manusia. Bagaimanapun ia akan menyisakan kenestapaan dalam jiwa. Bahkan tidak sedikit orang yang tenggelam dalam kesedihan berbulan-bulan lamanya. Hari-harinya berlinang air mata akibat 'keengganan' menerima takdir, melepas kepergian sang isteri terkasih atau suami tercinta atau anak dan cucu tersayang.
Padahal, kalau mau direnungi kembali, semua yang ada pada diri ini pada hakikatnya adalah milik Tuhan. Manusia hanyalah memiliki hak guna pakai, hak memanfaatkan segala fasilitas yang Dia sediakan untuk kemaslahatan hidupnya. Manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada-Nya pada waktu yang telah ditentukan-Nya (ajal). Maka, kejadian ini mendidik manusia bersifat sabar, ridha, dan tangguh. Kesabaran, keridhaan, dan ketangguhan jiwa mutlak diperlukan agar mampu keluar dari lingkaran masalah.
Peristiwa ini pun menjadi cambuk peringatan bagi manajemen perusahaan. Karena keselamatan jiwa adalah hal yang paling utama sebelum yang lainnya. Meski di sana ada banyak kemungkinan penyebab tejadinya kecelakaan, mulai dari cuaca yang kurang bersahabat, human error, ataupun lainnya, peristiwa ini cukup menjadi pelajaran berharga bagi pihak perusahaan agar lebih berhati-hati pada masa mendatang. Begitupun bagi pemerintah ada hikmah yang besar, dalam hal ini Kementerian Perhubungan. Demi kenyamanan dan keamanan para penumpang selama di perjalanan, pemerintah dituntut untuk senantiasa meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan transportasi baik darat, air, maupun udara secara umum agar lebih mengutamakan keselamatan para penumpang selaku pengguna jasa.
Dan hikmah yang tak kalah penting untuk diambil adalah meyakini betapa Agung-nya Tuhan pencipta, pengatur, dan pemilik alam jagat raya ini. Secanggih apapun teknologi produk manusia, serapi apapun persiapan dan sebagus apa pun sistem pengawasan manusia di dunia ini tak mungkin mampu melawan takdir dan iradat-Nya.
So, sepatutnya umat manusia semakin menyadari kelemahan dirinya dan meyakini ke-Mahaperkasaan Tuhannya. Segera membuang jauh benih-benih kesombongan serta menumbuh suburkan benih-benih ketawadhuan di hadapan-Nya. Semua berawal dari Tuhan dan akan kembali kepada-Nya. Turut berduka cita atas jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501. Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.
Jakarta, 30 Desember 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H