Juhana tetap tenang. Meski badannya tidak tinggi, kurang lebih 160 cm, namun perawakannya tegap, tanda bahwa dia memiliki ilmu beladiri yang mumpuni. Untuk menghindari terjangan pria sangar berkumis lebat itu, Juhana hanya memiringkan badannya sedikit, tanpa menggeserkan kakinya sama sekali.Â
Bagi yang belum membaca kisah sebelumnya silahkan klik :Â Jejak Langkah Sang Guru: Perjalanan Panjang dan Berliku
Kepala begal itu menendang angin, dia hampir terjatuh akibat dorongan tenaganya sendiri. Dengan sekali tepukan Juhana yang cukup keras di punggung si kumis, sang begal itu tersungkur.Â
Dua anak buahnya segera memasang kuda-kuda. Mereka menyadari, pria sopan di hadapan mereka tidak bisa dianggap sepele. Keduanya segera mencabut golok yang terselip di pinggang mereka. Sementara si kumis masih berusaha untuk berdiri.Â
"Bedebah kau! Berani-beraninya melawan kami!," kata pria bertubuh jangkung dan berambut gondrong. Dia tak kalah sangarnya dengan si kumis.Â
Juhana tetap tersenyum. Kali ini dia memasang kuda-kuda.Â
"Baiklah kalau kalian memaksa, saya akan mengajari kalian tatakrama hari ini," kata Juhana dengan nada tenang.Â
Pertempuran dua pria bersenjata melawan Juhana akhirnya tidak terelakkan. Setelah 5 gerakan, si kumis ikut-ikutan menyerang kembali Juhana dengan tangan kosong.Â
"Ciaaaaat, mampus kau!"teriak pria buncit, anak buah si kumis sembari menebaskan goloknya. Sudah 5 kali dia menebaskan golok ke arah badan Juhana, namun dia hanya menebas angin.Â
Juhana berkelit, kali ini dia tidak diam. Sebuah pukulan keras mengenai pergelangan tangan si buncit.Â