Sungguh lucu negeri ini. Harga beras dibanding-bandingkan dengan harga skin care. Tidak adil rasanya. Kata lirik lagu, Ojo dibanding-bandingke.Â
Dua hal yang berbeda, bisa dibandingkan jika berada pada kategori yang sama, namun berbeda spesifikasinya. Kendaraan, misalnya, kita bisa membandingkan antara mobil Toyota Avanza dengan Daihatsu Xenia. Keduanya bisa dibandingkan karena berada di kategori yang sama, namun memiliki spek yang berbeda.Â
Lah ini, beras dibandingkan dengan skin care. Stomach care dibandingkan dengan skin care! Urusan perut dibandingkan dengan urusan kulit dan muka. Menurut saya, ini adalah sebuah anomali.Â
Beras, adalah makanan pokok yang merupakan bagian dari kebutuhan primer. Anak SD pun tahu, kebutuhan primer terdiri dari sandang, pangan, dan papan. Sandang artinya pakaian, pangan artinya makanan dan minuman, dan papan artinya tempat tinggal.Â
Masalah kebutuhan manusia yang berkaitan dengan makan, adalah masalah paling fundamental. Maslow mengkategorikan kebutuhan fisiologis makan dan minum menjadi urutan pertama dan paling mendasar dari kebutuhan manusia.Â
Artinya, jelas sekali bahwa, di saat harga beras naik (atau berubah harga), orang yang pertama mengalami kepanikan adalah warga kelas menengah ke bawah.
Bicara tentang kenaikan harga beras, saya beranggapan bahwa sebuah harga disebut naik, ketika nilainya berubah hanya beberapa persen di atas harga awal. Sementara, kalau sudah puluhan persen dari harga awal, itu bukan naik lagi, tapi berubah. Tapi supaya tidak ribet lagi, baiklah kita tulis naik harga saja. Â
Sementara itu, skin care atau perawatan kulit, atau kosmetik, merupakan bagian dari kebutuhan sekunder. Bagi sebagian kalangan bawah, malah bisa masuk kategori tersier. Saya meyakini, sampai menunggu ular berkaki pun, ketika harga produk skin care mengalami lonjakan, tidak akan berdampak pada kepanikan yang berujung demonstrasi massa.Â
Kalaupun ada demo akibat kenaikan harga skin care, paling yang ikut demonya emak-emak sosialita, istri para pejabat, dan sebagian artis, itu pun demonya dilakukan di Tiktok, hehe. Lucu.Â
Di perkampungan misalnya, di tempat tinggal ibu saya di Kecamatan Cilawu kabupaten Garut, yang sebagian besar suaminya berprofesi sebagai petani, buruh tani, tukang bangunan, dan wiraswasta, jarang sekali saya temukan ibu-ibu yang bersolek layaknya di kota.Â
Hampir semuanya natural. Air wudhu yang menjadi skin care utama mereka. Paling banter, mereka hanya punya bedak. Termasuk ibu saya. Bedak dan hazelin, cukup untuk ibu-ibu di pedesaan.Â