Senin, 7 Agustus 2023 adalah salah satu hari yang tidak akan terlupakan sepanjang hidup saya. Di hari ulang tahun ke-43 itu, saya sedang berada di Canberra, Australia, saat sedang mengikuti program BRIDGE (Building Relationship through Intercultural Dialogue and Growing Engagement). Sebuah program kemitraan antara pemerintah Australia dan pemerintah Indonesia di bidang pendidikan. Saya adalah 1 dari 22 orang guru yang beruntung untuk mendapatkan kesempatan pergi ke negara Kanguru itu selama 2 pekan.Â
Saya dan Krisma Yuanti (rekan guru satu sekolah), ditempatkan di UC SSC Lake Ginninderra Canberra, sebuah SMA negeri yang terletak di pinggir danau Ginninderra. Singkat cerita, 7 Agustus, setelah seharian melakukan observasi kelas dan mendampingi Bu Shellee mengajar, Steve, suami Bu Shellee, mengajak kami berkeliling kota Canberra.Â
"Saya akan mengajak kalian ke War Memorial dan ke puncak gunung Ainsile," kata Steve penuh antusias, saat menjemput kami di UC Secondary College Lake Ginnindera tepat pukul 15.00 sesuai yang dia janjikan. Ya, orang Australia memang dikenal dengan budaya on time. Tidak ada kata terlambat dalam kamus hidup mereka.
Kami pun bergegas menuju War Memorial selama 20 menit perjalanan. Steve menyetir di sampingku, dan Krisma duduk di jok tengah. Tiba di sana, kami lihat patung-patung para pahlawan berjejer di halaman War Memorial yang begitu luas. Burung-burung berwarna warni bebas berkeliaran. Tak ada satupun warga yang mencoba menangkap. Coba kalau di Indonesia, pikirku.
Pepohonan tumbuh begitu rindang. Suasana sore yang dingin iniembuat kami sedikit menggigil. Sebelum masuk, kami sempatkan selfi dulu. Antriannya lumayan panjang, dan tidak ada tiket yang harus dibeli. Kami harus melewati pemeriksaan di pintu masuk dan penitipan barang-barang setelah berjalan di lorong yang lumayan panjang. Terpajang lukisan di sepanjang lorong.
Di dalam museum ini, kami terasa masuk ke dunia masa lalu, yang sering terlihat di film-film kolosal. Sebuah museum yang terletak di pinggiran Campbell. Monumen perang yang mendokumentasikan sejarah dunia 1 dan perang dunia 2, serta peperangan-peperangan kecil yang dialami oleh tentara Australia.Â
Sejarah singkat  Australia dapat difahami dengan jelas selama kita berada di lokasi ini dua jam saja. Setiap pukul 16.00 di setiap harinya, pihak War Memorial menggelar upacara penghormatan terhadap prajurit yang gugur, nama sang prajurit perang diambil secara acak, kemudian saat upacara digelar, biografi sang pahlawan dibacakan. Begitu hebatnya inventarisir dokumen di sini.Â
Sepulang dari War Memorial, Steve setengah berlari mengajak kami masuk mobilnya. "Cepat, kita harus lihat segera Canberra dari atas puncak gunung Ainsile", katanya.Â
Ternyata memang benar, 10 menit kami berkendara dari War Memorial ke Mt. Ainslie, persis ketika matahari mulai kembali ke peraduannya, kami dapat melihat keindahan kota Canberra yang simetris mengitari gunung, terlihat garis lurus berwarna merah, tempat anzac parade dan danau buatan Burley Griffin. Saya seperti berada di negeri dongeng, dari atas Mt. Ainslie pun kami bisa melihat Gedung Parlemen, bandara, dan kawasan perumahan di sebelah utara. Begitu banyak anak muda yang datang ke Mt. Ainslie di petang hari, namun. Hebatnya warga Australia, tak satupun kulihat orang yang merokok.Â