Bertahun-tahun saya menjadi pembaca artikel-artikel Kompasiana, dan karena kesibukan menulis di "tempat" lain, saya baru memutuskan untuk memulai debut sebagai penulis Kompasiana awal Januari 2024.Â
Membaca dan menelaah artikel-artikel menarik yang disuguhkan para Kompasianer, membuka cakrawala pemikiran serta wawasan saya dalam hal menulis.Â
Begitu banyak penulis maestro, senior dan penjelajah yang menginspirasi saya. Salah satunya Pak Wijaya Kusuma. Menurut saya, beliau adalah seorang guru profesional sekaligus  penulis handal.
Saya pun tak pandang bulu. Tiap kali ada artikel yang judulnya menarik menurut saya, saya baca tanpa melihat level sang penulis.Â
Semua artikel yang pernah saya baca di Kompasiana bukan artikel kaleng-kaleng. Bagus semua. Namun, bukannya sok ahli, hanya ingin mengingatkan bagi yang lupa pelajaran Bahasa Indonesia yang kita pelajari di masa sekolah, he..he. Di sejumlah artikel, saya menemukan beberapa kesalahan dari segi redaksi. Â
Tanpa meyebutkan siapa penulisnya. Saya pun yakin tim Kompasiana mengetahui hal ini, namun karena jumlah tim yang pastinya terbatas, Kompasiana belum menerapkan aturan teknis  hingga ke tahap editing artikel yang masuk.Â
1. Kata Kerja Berimbuhan Ditulis Terpisah, padahal Seharusnya Digabungkan.Â
Misalnya : Ku tulis, seharusnya kutulis. Ku hampiri, seharusnya kuhampiri. Di buka, seharusnya dibuka, dan lain sebagainya. Kaidah penggunaan imbuhan -di- sebelum kata kerja, mestinya digabungkan, tidak dipisah. Dipukul, dibeli, dimarahi, dibeli, dijual, dan lain sebagainya.Â
2. Kata Tempat dan Waktu Disatukan, padahal Seharusnya Terpisah
Jika kita ingin menuliskan tempat dan waktu setelah kata depan -di-, maka penulisannya harus dipisahkan. Contoh untuk tempat : di sekolah, di sini, di sana, di hati, dan lain sebagainya. Contoh untuk waktu : di malam hari, di siang hari, dan lain sebagainya.Â
3. Kata berakhiran -tif Diberi Imbuhan -tas