Mohon tunggu...
Ahmad Sahidin
Ahmad Sahidin Mohon Tunggu... lainnya -

www.albanduni.wordpress.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Sirah Nabawiyah dan Novel Inspirasi Nabi (2)

3 September 2010   02:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:29 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sunni-Syiah

Untuk mengetahui bedanya, antara versi Sunni dan Syiah, baiklah kita bandingkan sedikit dengan buku-buku yang pernah saya baca. Apabila membaca “Sejarah Hidup Muhammad” karya Muhammad Husein Haekal, “Sirah Nabawiyah” karya Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury, atau buku sejarah Muhammad lainnya dari para penulis beraliran Islam-Sunni, biasanya Rasulullah digambarkan pernah keliru dan tidak mengetahui bahwa dirinya seorang Nabi.

Begitu juga tentang peristiwa mendapatkan wahyu pun dramatis; sampai ketakutan dan lari kemudian berlindung kepada istrinya, Khadijah. Peristiwa ditegur Allah karena tidak menghiraukan orang buta, soal penyerbukan kurma yang malah merugikan petani, atau Nabi berniat menceraikan Aisyah karena kedapatan berduaan dengan Shafwan dalam perjalanan yang tertinggal, adalah masuk dalam karya sejarawan Ahlu Sunnah atau Sunni.

Berbeda dengan buku Sirah Nabawiyah dari kalangan sejarawan Syiah atau Ahlul Bait. Sebut saja nama Ja`far Subhani dengan karyanya “The Message” (terbitan Foreign Departement of Be`that Foundation, 1984) dan Ja`far Murtadha Amili dengan karyanya “Al-Shahih Min Sirat Al-Nabiy Al-A`Zham Saw”.

Dalam kedua buku tersebut, hampir tidak ada peristiwa sejarah yang membuat Nabi Muhammad saw linglung, ketakutan, atau tidak mengetahui kenabiannya.Dalam buku tersebut ditulis bahwa Nabi Muhammad saw adalah manusia bersih dari kesalahan dan sempurna dalam perilaku serta pendapatnya berdasarkan wahyu. Jadi, setiap ucapan dan kehidupannya benar-benar teladan untuk umat Islam.

Bahkan, Sayyid A.A Razwy dalam buku Menapak Jalan Suci Sang Putri Mekkah: Sejarah Khadijah al-Kubra, istri Rasulullah Saw (Jakarta: Lentera, 2002; h.179-180) menyebutkan Khadijah bukan janda, tetapi seorang lajang yang belum menemukan calon yang cocok. Menurut Razwy, Khadijah banyak menerima lamaran dari para pemuka dan penguasa Arab Mekkah, tetapi ia menampiknya. Khadijah tidak tergoda dengan kekayaan karena ia sendiri seorang pengusaha yang terkenal kaya raya di Mekkah. Siapa pun yang mencoba (melamar) mengesankannya dengan harta atau kekuasaan, jika tidak bodoh, tentu saja naif. Karena itu, Khadijah membuat target sampai adanya seorang laki-laki yang benar-benar mengesankannya, yaitu Muhammad bin Abdullah.

Lainnya, yang jarang dikemukakan sejarawan Ahlu Sunnah adalah tentang peristiwa pengangkatan pemimpin setelah Rasulullah saw di Ghadir Khum. Ghadir Khum dan kisah pembangkangan sahabat dekat dalam Perang Uhud menjadi kupasan pada buku-buku sejarah versi Syiah.

Kalau diringkas: Ahlu Sunnah lebih memanusiakan Muhammad sehingga ia masih dapat berbuat salah atau keliru. Sedangkan Ahlul Bait (Syiah) menyajikan Muhammad saw sebagai sosok sempurna, berperilaku mulia, dan di bawah bimbingan Ilahi.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun