Keppres Nomor 12 Tahun 2014 yang diteken pada 14 Maret lalu menjadi dasar tentang penggantian pengistilahan China dengan Tionghoa. Katanya keputusan Presiden tersebut bertujuan untukmengurangi dampak psikossosial diskriminatif dalam hubungan sosial warga bangsa Indonesia dari keturunan Tionghoa. Menurut berita dari merdeka dot com.
Penyebutan dan penggunaan istilah China atau Tjina (ejaan lama) dinilai telah menimbulkan dampak psikososial-diskriminatif dalam hubungan sosial warga bangsa Indonesia dari keturunan Tionghoa. Sebagai alumni dari perguruan tinggi di Cina, demikian saya lebih suka menyebut seperti lidah orang pribumi lainnya, keputusan presiden tersebut termasuk hal yang aya - aya wae, seperti pemerintah sosialis Republik Rakyat Cina yang suka mengatur hal yang remeh temeh. Menurut tokoh keturunan Cina yang menjadi pendakwah KH Anton Medan, Kepres ini sarat dengan kepentingan politik, menjelang pemilihan legislatif dan pemilihan presiden di tahun politik ini. Berbagai cara akan diupayakan oleh partai penguasa untuk menarik interest dari sebagian besar masyarakat Indonesia dari berbagai suku bangsa.
Yang penting tidak ada konotasi diskriminasi ketika kita bicara dengan istilah Cina atau Tionghoa, begitu kata Anton Medan. Saya juga sependapat demikian, masyarakat sekarang sudah maju, masa bahasa saja harus diatur-atur dengan istilah yang agak rancu seperti itu. Cina adalah bagian dari Indonesia, karena mungkin hampir separuh dari penduduk Indonesia memiliki kaitan dengan etnis ini. Kalau untuk digunakan dalam bahasa resmi oke lah, tetapi bagi masyarakat akan tetap tahu maksudnya...
Di Wuhan, tempat saya kuliah di Central China Normal University, (disini baru pakai China, karena nama universitas dalam bahasa Inggrisnya, nama Cina-nya adalah Huazhong Shifan Daxue) kalau dihitung-hitung lebih banyak mahasiswa Indonesia yang bukan keturunan Cina daripada yang keturunan. RRC sudah menjadi magnet bagi pelajar Indonesia untuk belajar di luar negeri. Diperkirakan sekitar delapan ribuan pelajar Indonesia, yang tidak semuanya tercatat dalam database KBRI di Beijing... Pelafalan Tiongkok sebagai istilah resmi sebenarnya sudah dipakai oleh organisasi pelajar disana, yang menyebut dirinya PPI Tiongkok. Suatu kerjasama saling menguntungkan dengan KBRI dilakukan untuk membesarkan organisasi yang masih berumur muda ini.
Pembedaan yang mencolok adalah istilah Republik Cina dan Republik Rakyat Cina untuk membedakan Cina Kepulauan (Taiwan) dengan Cina Daratan. Pelafalan Cina yang direkomendasikan oleh Kedubes RRC adalah "China" seperti yang dilafalkan oleh orang Barat. Ini lebih aneh lagi, masak kita sebagai orang Timur disuruh melafalkan seperti orang Barat untuk menyebut negara yang ada di Timur?????. Tidak heran kalau para pejabat kita banyak yang melafalkannya dengan "caina" aya aya wae yeuh.... :)
Saat ini etnis keturunan Cina memiliki posisi di berberapa partai politik seperti PKB, Hanura, Demokrat, PDI Perjuangan, Gerindra, Golkar dan sebagainya. Sehingga isu pembedaan istilah Cina, China, atau Tionghoa begitu penting untuk menjadi Keputusan Presiden. Ayo berkompetisi yang sehat dan menyejahterakan :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H