Tahun kemarin, mahasiswa Indonesia di Wuhan menampilkan tarian dari daerah Bali dalam Pentas Seni di Kampus Central China Normal University, walaupun tidak ada seorangpun suku Bali yang menjadi peserta. Tahun ini akan mementaskan tarian dari daerah Aceh, dengan peserta dari Papua, Pontianak, Semarang, Surabaya, Jakarta, dan daerah-daerah lainnya. Satu orang Aceh yang menjadi pelatih utama kegiatan ini, yaitu seorang mahasiswa di Huake (nama singkatan dari Central China Science and Technology University). Grup ini selain akan tampil di Central China Normal University, juga akan tampil di Wuhan University of Technology. Tidak sabar ingin melihat penampilan mereka pada 18 Mei nanti, saat peringatan 110 tahun universitas ini.
Tari Saman (Sumber foto : nusantara-cultures.blogspot.com)
Menarik sekali melihat keterpaduan budaya-bangsa di Indonesia. Sebagai bandingan, saya membaca wawancara Mahathir Muhammad dengan wartawan merdeka.com yang mencermati Pemilihan Umum 2013 di Malaysia. Menurut Mahathir, persatuan di Malaysia itu semu, karena etnis-etnis besar di Malaysia memilih untuk mempertahankan kebudayaan asal mereka masing-masing. Misalnya, etnis India dan etnis China mereka menginginkan adanya sekolah-sekolah berbahasa India/China dan tidak mau menggunakan Bahasa Melayu di sekolah tersebut. Tidak seperti Indonesia, dimana orang-orang keturunan China atau Arab atau lainnya semua bisa berbahasa Indonesia dan bersekolah di sekolah dengan sistem ala Indonesia. Sebenarnya Mahasiswa Malaysia di sini juga memiliki 'sense of Malaysia', terbukti dalam partisipasi mereka pada pentas seni disini, dengan menampilkan pakaian adat mereka berupa kain sarung dan sejenis kebaya, Modelnya adalah Malaysia keturunan China yang juga bisa berbahasa Melayu. Sepertinya politik dan tata kelola negara yang membuat mereka begitu. Juga bisa dibayangkan tentang India. Seorang teman etnis Tamil mengatakan bahwa film India tertentu saja yang diputar di daerahnya. Biasanya film-film yang populer dan setelah dialihsuarakan ke dalam bahasa Tamil. Mungkin bisa kita ibaratkan film nasional berbahasa Jawa, kalau mau disebarkan ke daerah Papua, maka film tersebut dialihsuarakan ke dalam bahasa lokal Papua terdahulu, baru diputar disana. Bahasa Indonesia sebagai alat persatuan dan kesatuan bangsa telah terbukti dapat menyatukan bangsa Indonesia. Walaupun di Indonesia ada tiga ratusan bahasa, tetapi bahasa Indonesia telah menjadi lingua franca yang dipakai dalam hubungan antar etnik sejak jaman kesultanan di Nusantara dahulu kala. Wuhan, 2013-05-13
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H