Mohon tunggu...
Giwangkara7
Giwangkara7 Mohon Tunggu... Dosen - Perjalanan menuju keabadian

Moderasi, sustainability provocateur, open mind,

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Jarak Jauh Bukan Kelas Jauh

23 Agustus 2012   00:51 Diperbarui: 4 April 2017   16:25 2325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membaca tulisan pak Budi Hermana mengenai Pendidikan Jarak Jauh beberapa hari yang lalu: http://edukasi.kompasiana.com/2012/08/22/pendidikan-jarak-jauh-demi-kuantitas-atau-kualitas/, saya tertarik untuk berbagi pengalaman tentang Pendidikan Jarak Jauh. Jenis pendidikan seperti ini telah dipraktekkan oleh 23 perguruan tinggi yang memiliki jurusan S-1 PGSD sejak tahun 2006/2007. Perguruan tinggi yang terlibat adalah Universitas Sriwijaya, Universitas Negeri Lampung, Universitas Atmajaya Jakarta, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (Uhamka), Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Negeri Semarang, Universitas Lambung Mangkurat, Universitas Tanjungpura, Universitas Haluoleo, Universitas Gorontalo,Universitas Mataram, Universitas Nusa Cendana, Universitas Negeri Makasar, Universitas Muhammadiyah Makassar, Universitas Jember, Universitas Pendidikan Ganesha, Universitas Kristen Satya Wacana,Universitas Negeri Malang, Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Negeri Sebelas Maret,Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Pattimura, Universitas Cenderawasih. Sejak 2007 sampai awal tahun 2011, saya terlibat dengan kegiatan PJJ sebelum 'terdampar' di Wuhan. Program Hylite ini (Hybrid Learning for Indonesian Teachers Program) melibatkan pakar-pakar pembelajaran jarak jauh dari Universitas Terbuka, Universitas Indonesia, SEAMOLEC, dan Direktorat Ketenagaan Dikti sebagai penanggungjawab utama kegiatan. Mengenai program ini bisa dilihat di tautan berikut di SINI。Singkatnya bertujuan untuk meningkatkan kualifikasi guru-guru SD dari Diploma Dua ke S-1 PGSD sesuai amanat Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003. Guru-guru yang mengikuti program ini berasal dari berbagai kabupaten/kota yang berdekatan dengan lokasi perguruan tinggi tersebut. Unika Atmajaya misalnya, memperoleh kuota guru-guru yang berada di Jakarta, sedangkan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka memperoleh lokasi PJJ di kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi, Cilegon, dan Serang. (Dua daerah terakhir ini bermasalah dalam perekrutan sehingga hanya satu orang yang mengikuti program ini). Ternyata berkomunikasi dengan pejabat birokrasi pendidikan luarr biassa. Infrastruktur PJJ sudah cukup terbangun. Di lingkup perguruan tinggi ada jaringan INHERENT (Indonesian Higher Education Networks, di lingkup persekolahan ada Jardiknas (Jaringan Pendidikan Nasional) yang menghubungkan 417 kabupaten/kota dengan pusat (maksudnya adalah kantor Dinas Pendidikan dengan Kemendikbud). Selain di kantor Dinas Pendidikan jaringan ini biasanya ada di salah satu sekolah (seperti SMKN 1) yang memiliki jurusan TIK. Sayang jaringan ini,INHERENT dan Jardiknas,belum dipergunakan secara optimal Beberapa kali telah diadakan kegiatan Teleconference dan kuliah umum jarak jauh dengan menggunakan fasilitas ini antara mahasiswa, dosen, pengelola PJJ dengan Dikti di Jakarta. Kedua puluh tiga perguruan tinggi tersebut mengikuti beberapa acara pendidikan dan pelatihan serta kordinasi untuk mencapai hasil yang maksimal. Model pembelajaran yang dianjurkan adalah model hybrid, yaitu memadukan tatap muka dengan pembelajaran online. Pelatihan pembelajaran PJJ disampaikan oleh para pakar dari Universitas Terbuka, Universitas Indonesia dan SEAMEO SEAMOLEC. Universitas Indonesia telah mengembangkan situs pembelajaran Moddle menjadi SCELE (Student Centered e-Learning Environment, SEAMEO SEAMOLEC (Southeast Asian Ministers of Education Organisation Regional Open Learning Center) beralamat di  http://www.seamolec.org/ merupakan lembaga pengembangan pembelajaran jarak jauh tingkat ASEAN yang berpengalaman dalam pengembangan pembelajaran jarak jauh di Asia Tenggara. Bagi anda para guru atau dosen yang ingin belajar mengoperasikan moodle, bisa segera menghubungi Seamolec di Pondok Cabe (di dalam kampus Universitas Terbuka) yang secara regular mengadakan pelatihan。 Pembelajaran Jarak Jauh di berbagai Negara memang memiliki motode yang berbeda-beda. Kesamaannya adalah tidak ada yang seratus persen online. Sistem pengendalian mutu PJJ harus diperkuat pada berbagai lini; pengelola, bahan ajar, dosen, media, multimedia, komunikasi, administrasi, dan sebagainya. Saya terlibat dalam pengembangan LMS Moodle di salahsatu perguruan tinggi tersebut. LMS (Learning Management System) merupakan sebuah aplikasi situs yang lebih dikhususkan bagi pengembangan situs pembelajaran. Pada LMS Moodle dapat disampaikan materi pelajaran, pertanyaan berbentuk essai, pilihan ganda, serta memiliki fitur chat serta diskusi. JUga bisa disambung  direkomendasikan oleh Dikti untuk dikan dengan situs lain misalnya Youtube dan sebagainya. Sebuah Freeware yang dikembangkan oleh Martin Dougiamas dari Curtin University, Australia. LMS ini lumayan lengkap dibandingkan dengan LMS lainnya seperti WebCT, Blackboard, Atutor dan sebagainya. Pengguna moodle di Indonesia cukup banyak, selain lembaga, juga digunakan oleh individu-individu. Jumlah yang terdaftar di situs moodle.org pada saat ini (23 Agustus 2012) sejumlah 1010 situs。

Screenshoot situs moodle.org.

Para guru SD yang menjadi mahasiswa peningkatan kualifikasi ke S-1 ini kebanyakan dari pelosok daerah yang tidak semuanya melek komputer dan internet. Maka di awal perkuliahan system ini, diperlukan energi yang besar dan kemauan yang kuat untuk mengenalkan computer. E-mail, dan LMS. Pada awal perkuliahan, tugas-tugas dikirimkan melalui e-mail. Komunikasi dengan dosen melalui e-mail. Setelah itu secara pelahan-lahan diperkenalkan LMS Moodle, dan tugas-tugas dikirimkan melalui situs ini. Dosen yang terlibat dalam pembelajaran PJJ juga memperoleh pelatihan. Paradigma mereka tentang mengajar diperbaharui. Alat-alat pembelajaran juga diperlengkapi. Matakuliah yang diajarkan di PJJ harus memiliki Bahan Ajar Cetak, Bahan Ajar Non Cetak berupa Inisiasi (Pertanyaan/permasalahan yang disampaikan kepada mahasiswa untuk menguji pembelajaran yang mereka lakukan) sebanyak lima set, bahan ajar video atau audio. Mengintip ke luar, saya perhatikan di Banten ternyata ada beberapa oknum dari perguruan tinggi dari luar yang menyelenggarakan Kelas Jauh. Perkuliahannya diadakan pada hari Sabtu atau Minggu. Lokasi perkuliahan di beberapa kantor dengan bekerjasama dengan oknum lokal. Kejadian ini saya amati pada tahun 2010 an, mudah-mudahan sekarang sudah tidak ada. Kelas Jauh ini tidak dapat dipertanggungjawabkan mutunya dan sudah dilarang oleh Dirjen Dikti. Lebih ekstrim lagi adalah penjualan ijasah aspal (asli tapi palsu) dari beberapa perguruan tinggi. Melalui perbincangan dengan seorang rekan guru dari Pandeglang (pertengahan Juni 2012) saat ke Jakarta, ternyata yang menjadi pelaksana di lapangan adalah oknum guru d salah satu SMA di sana. Kembali ke judul,Pendidikan Jarak Jauh bukanlah Kelas Jauh。 Kelas Jauh yang menyelenggarakan perkuliahan Sabtu Minggu dengan sarana sekedarnya tidak diperbolehkan di Indonesia. Perguruan tinggi yang menyelenggarakannya akan diberikan sanksi oleh pemerintah melalui Dirjen Dikti. Kasus jual beli ijasah apalagi, hal ini akan mencoreng nama baik perguruan tinggi yang dicatut namanya. 'Sebesar itu keinsyafanmu, maka sebesar itulah keberhasilanmu'. Petutur seorang kyai kepada santri-santrinya ini cukup menggambarkan keberhasilan mahasiswa program peningkatan kualifikasi dari D-2 PGSD ke S-1 PGSD. Bagi mereka yang bersungguh-sungguh belajar dan mengikuti proses, maka akan memperoleh hasil yang maksimal. Modul (Bahan Ajar Cetak) dibaca, dipelajari dan dikerjakan tugas-tugasnya; Inisiasi yang dikirim via e-mail atau LMS dijawab dan dikirim jawabannya ke dosen untuk memperoleh umpan balik, serta meningkatkan keterampilan dalam berkomputer dan berinternet. Contoh nyata adalah penggunaan MS Powerpoint meningkat sehingga pembelajaran di kelas menjadi lebih berwarna, demikian juga penggunaan media dan bahan-bahan pembelajaran menjadi lebih variatif. Cara pandang mereka terhadap internet lebih positif dan sebagian masih selalu berhubungan dengan dosennya via telepon, email, maupun jejaring sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun