Mohon tunggu...
Giwangkara7
Giwangkara7 Mohon Tunggu... Dosen - Perjalanan menuju keabadian

Moderasi, sustainability provocateur, open mind,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Modal Sosial, Pemukim Liar, dan Pemberdayaan

17 Desember 2013   08:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:50 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Penelitian dengan variable modal sosial dan pemberdayaan muncul dari Babaei, Ahmad dan Gill (2012) yang menggunakan metode kuantitatif untuk mengukur pengaruh tipe modal sosial (bonding, bridging, dan linking) terhadap pemberdayaan pada penghuni pemukiman liar di kota Teheran, Iran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari tipe modal sosial (bonding, bridging, dan linking) terhadap pemberdayaan pada penghuni pemukiman liar. Bonding modal sosial memiliki koefisien beta yang paling besar dibanding dengan dimensi modal sosial lainnya (bridging dan linking), hal itu berarti bahwa bonding social capital merupakan predictor pemberdayaan yang paling signifikan bagi para pemukim liar sekitar Teheran.

Pemukiman liar sudah menjadi masalah dunia modern. Diprediksi lebih dari 50% penduduk tinggal di perkotaan di Asia pada tahun 2015. Menurut data dari lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN-Habitat) menunjukkan bahwa sekitar 32% penduduk kota dunia, atau sekitar satu milyar orang, tinggal di daerah-daerah kumuh perkotaan.

Berarti bahwa pemberdayaan bagi pemukim liar akan berhasil dengan baik apabila bonding social capitalnya kuat. Apabila ikatan kuat dalam satu komunitasnya tinggi, maka kegiatan pemberdayaan akan lebih berhasil dilaksanakan di komunitas tersebut.

Bonding adalah ikatan internal di dalam komunitas yang memiliki kesamaan-kesamaan sebagai pengikat. Bridging dimaksudkan sebagai ikatan yang lebih longgar dengan orang-orang dari komunitas yang berbeda (di luar komunitas dalam kelompok sendiri). Misalnya hubungan dengan yang berbeda secara etnis, kasta, ras, agama, budaya, atau klasifikasi sosial lainnya. Sedangkan linking adalah hubungan dengan orang atau lembaga yang memiliki otoritas atau pengaruh yang lebih tinggi. Jika bonding dan linking adalah horizontal, maka linking bersifat vertikal. Bonding atau ikatan yang kuat dalam komunitas, bisa jadi berdampak positif. Hal ini terjadi misalnya pada kelompok geng atau mafia yang menekan pada anggota komunitas untuk tunduk pada aturan dalam kelompoknya.

Penghuni liar di Jakarta bisa dibaca dengan teori modal sosial ini. Baru-baru saja ada berita tentang penghuni waduk pluit yang harus tergusur dari rumahnya. Mereka memang menempati tanah milik negara, sehingga tidak ada alas an untuk tidak meninggalkan tempat tersebut, ketika pemilik tanah ingin menggunakan tanahnya. Mereka memiliki bonding modal sosial yang kuat, ikatan kuat sebagai penghuni komunitas, bersama melakukan tawar menawar dengan pemilik tanah (baca Pemda DKI) yang telah berbaik hati menyediakan rumah susun (bagi yang kebagian). Linking terjadi pula di komunitas ini, antara lain dengan para pihak yang berkepentingan misalnya lembaga swadaya masyarakat, pemilik kos-kosan yang merasa terganggu roda bisnisnya, atau tokoh politik lokal yang sedang mencari popularitas untuk Pemilu Indonesia di 2014.

Sumber bacaan : Babaei, H., Ahmad, N., & Gill, S. S. (2012) “Bonding, Bridging and Linking Social Capital and Empowerment Among Squatter Settlements in Tehran, Iran”. In World Applied Sciences Journal 17 (1): 119-126, 2012

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun