Ada satu penelitian mahasiswa yang menarik, meneliti tentang budaya literasi dari teman-temannya yang aktif di himpunan mahasiswa sejurusan. Penelitian ini melihat literasi dari empat aspek: membaca, menulis, diskusi dan berfikir ilmiah. Ketika ditanya tentang makna membaca, apakah menonton itu membaca? ia tampak belum menambahkan itu ke skripsinya. Padahal anak-anak digital jaman sekarang membaca dengan menonton, atau mendengar, atau dengan multimedia apalah itu.
Pandangan pribadi saya berbeda. Mahasiswa belajar saat ini berbasis aneka sumber. Saat ini perbedaan antara kualitas mahasiswa negeri dan swasta di beberapa aspek sudah tidak begitu jauh. Karena akses terhadap ilmu pengetahuan yang semakin dimudahkan oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Oleh karena itu, maka literasi harus dipandang lebih luas. Tidak sekedar bacaan buku. Walaupun memang diakui sumber bacaan berupa buku masih menjadi yang nomor satu dalam menyebarkan wacana-wacana intelektual sejak jaman dulu sampai sekarang.
Hasil penelitiannya melihat betapa mahasiswa aktifis memiliki literasi yang rendah, sesuai dengan asumsi saya. Mereka sibuk mengejar nilai matakuliah melupakan dinamika organisasi mahasiswa yang bisa mereka mainkan. Mereka lebih sibuk mengerjakan tugas-tugas perkuliahan daripada membuat gerakan mengkritisi fenomena sosial di lingkungan terdekat maupun masalah kebangsaan. Mereka lahir pada jaman yang berbeda dengan elan vital yang berbeda pula. Generasi dijital yang memiliki budaya "merunduk", asyik dengan dunia nya "sendiri", narsis, alay, dan kurang gigih memperjuangkan keinginan-keinginannya, hedonis, pragmatis, kompromis, dan cuek terhadap sekitarnya.
Mudah-mudahan tidak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H