Mohon tunggu...
Giwangkara7
Giwangkara7 Mohon Tunggu... Dosen - Perjalanan menuju keabadian

Moderasi, sustainability provocateur, open mind,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tulisan ke 33 tahun 2024

31 Desember 2024   10:56 Diperbarui: 31 Desember 2024   11:23 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto 31 January  (Sumber: Dokpri))

Kompasiana merupakan kawah candradimuka bagi penulis. Kalau menulis di media arus utama, sepertinya masih jauh dari jangkauan. Menulis di Media Daring milik Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur pernah, dan di Media Indonesia versi daring juga pernah, Kalau di Kompas.com, pernah ditolak, hahaha. Karena kualitas masih belum memenuhi standar dari para penjaga mutu. Capaian 33 tulisan di Kompasiana sudah cukup lumayan untuk seorang yang ingin belajar terus seperti saya ini. Ini perlu dikembangkan lebih banyak lagi di tahun 2025, insya Allah.

Bung Karno adalah penulis dan pembaca yang tekun. Tan Malaka adalah pembaca yang rakus dan penulis yang legendaris dengan gagasan Madilog-nya, namun belum bisa jadi gerakan nyata pada masa perjuangan dan bersaingnya berbagai ideologi kebangsaan pada saat itu, ditambah dengan tekanan dari Sekutu sebagai pendukung utama Belanda saat itu. Chairil Anwar adalah pembaca yang rakus juga, sehingga mampu menulis karya yang merevolusi sajak dan puisi Indonesia. Kiai Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, bukan penulis yang tekun, dia adalah aktifis. Melaksanakan apa yang menjadi ideologinya dalam langkah-langkah nyata. KH Hasyim Asy'ari, pendiri NU, menulis 21 karya tulis. Ketua Umum Pimpinan Pusat Persyarikatan Muhammadiyah sekarang, Prof. Dr. Haedar Nasir, adalah ulama intelektual yang rajin menulis. Pengalaman pembelajaran dan pengalaman hidup menjadi bahan untuk sebuah tulisan. Tulisan paling nyata dari seseorang adalah jejak kehidupannya yang bermanfaat bagi manusia lain. Harimau mati meninggalkan belang, seorang manusia yang wafat, meninggalkan jejak/tulisan paling nyata berupa kontribusi besar bagi masyarakat atau komunitas yang ditinggalkan. Seorang tokoh yang muncul kemudian hilang begitu saja, adalah bukti bahwa jejak manfaat dan mudaratnya di kehidupannya, lebih banyak mudaratnya bagi kemanusiaan. Semoga kita tidak seperti itu.

Salut kepada para penulis Kompasiana yang terus konsisten di jaman perubahan literasi seperti sekarang ini. Kemudahan menulis dan berbagi seperti sekarang, membuat literasi menjadi lebih pendek. Seseorang bisa menulis buku yang isinya adalah kumpulan "status" media sosial pribadi  sehari-hari. Dengan modal besar dan sistem pendukung yang luas, maka ia bisa menjadi buku dalam definisi kekinian. Kalau jaman muda dahulu, kumpulan makalah dipandang bukan buku. Buku adalah kumpulan yang saling berhubungan dan mengandung gagasan besar yang dipecah jadi bagian-bagian yang saling kait mengait. Penulis merasa belum mampu menulis buku. Tetapi kalau menulis bagian dari sebuah buku (book chapter) dapat penulis lakukan dengan kolaborasi dengan berbagai pihak. Jika menulis secara konsisten, maka akan bertemu dengan para penulis konsisten lainnya, dan akan saling mendukung dan menjalin silaturahim menjaga akal sehat.

Menulis di Kompasiana menjadi tradisi yang sudah lama dilakukan penulis. Tetapi untuk konsisten seperti Dahlan Iskan memang tidak mudah. Bagaimana bisa mengelola waktu dan pikiran untuk kemudian dituangkan dalam tulisan adalah sebuah kegiatan jempolan. Penulis menyadari kebenaran tentang menulis akan membuat otak bekerja secara runtut, dan melatih daya pikir. Namun berbagai kegiatan membuat malas untuk menulis. Tidak seperti Dahlan Iskan yang bisa menyisihkan waktunya di bandara, di pesawat, di manapun, disela-sela kesibukannya untuk menulis di disway.id yang menjadi bacaan jutaan orang (perkiraan saya) karena memiliki jejaring media daring dan berpengaruh terhadap opini masyarakat dan bangsa Indonesia. Dibaca oleh para pengambil keputusan di negeri ini.

Gegara tulisan-tulisan Dahlan Iskan, saya jadi pembaca beberapa novel yang direkomendasikannya. Seperti novel tentang Raja Jawa di Jogja yang jahat terhadap rakyatnya dan suka perempuan, pada novel Dasamuka, dan Novel Meester Jeems karangan John Mohn, yang telah berkontribusi pada kemajuan Jawa Pos di Indonesia beserta jaringannya. Mengenal Dalang Publishing, sebuah penerbitan di Amerika yang menerjemahkan karya-karya anak bangsa ke dalam Bahasa Inggris. Tahu  fenomena adanya keturunan Cina yang pro Republik, pro Barat, dan pro Tiongkok, sejak jaman kolonialisme, sebelum Republik ini didirikan.

Dunia terus berkembang, demikian pula pola literasi dan gaya literasi yang berkembang di masyarakat Indonesia. Kompas tentu saja masih mendominasi. Surat kabarnya bertahan cetak maupun elektronik. Berkembang ke Kompas TV, Kompas dot ID, dan kerja sama luar biasa sebagai grup bisnis KKG, Kelompok Kompas Gramedia yang memiliki jaringan bisnis hotel, perguruan tinggi dan lain-lain. Fenomena tersebut tidak hanya di Indonesia, tetapi juga terjadi di berbagai belahan dunia. Tahun-tahun belakangan ini, berkembangnya kecerdasan buatan generatif semakin masif. Maka ini juga menjadi tantangan bagi industri media kontemporer. Generasi Z dan generasi yang lebih muda, mencari data dan fakta dari media sosial Tiktok ataupun Instagram. Media masa daring sudah mereka tinggalkan, hanya jadi bacaan Generasi X dan Generasi Baby Boomer yang tersisa.

Di luar sana ada Tempo yang juga berkembang dengan gaya yang terus menyesuaikan jaman. Salah satu produk dari grup Tempo yang saya dapatkan adalah pakaian seragam dari panitia Pertukaran Mahasiswa Merdeka di Uhamka, produksi konveksi berafiliasi dengan Tempo. Republika satu-satunya suratkabar dengan pasar muslim yang bertahan, juga fokus pada jejaring media daring dalam koordinasi grup Mahaka. Detik.com juga punya kolom untuk para penulis blog, seperti juga Republika dan Tempo. Penulis beberapa kali mencoba buka "lapak" di sana, tetapi cinta pertama tetap di Kompasiana, susah berpaling ke lain blog. Membuka blog pribadi juga belum pernah lakukan, kecuali uji coba di wordpress dan blogger.com tetapi tidak konsisten menulis.

Menurut profil di Kompasiana, saya ada di level Taruna. Memiliki 6890 poin, dan bergabung sejak 3 Februari 2012. 2012 adalah masa-masa perjuangan hidup di negeri seberang. Republik Rakyat Tiongkok. Ada kerinduan kepada negeri kelahiran, dan keinginan untuk berbagi berbagai pengalaman di negeri orang. Sebuah negeri yang berkembang pesat, dan memberikan kesan dalam biografi hidup penulis. Tulisan-tulisan awal saya membahas berbagai hal yang terkait dengan masa-masa diaspora di negeri Tirai Bambu. Maka ketika pulang ke Indonesia, berdiskusi dengan sejawat yang terbiasa dengan isu komunisme, muslim ditindas di Cina, sembilan naga, dan sebagainya. Ingin rasanya membawa mereka untuk melihat lebih dekat tentang Cina dengan berkunjung ke negeri ini. Mereka mendapatkan informasi tentang Cina, tetangga di Asia, dari informasi kantor berita yang ada di Eropa, Inggris, bahkan Amerika Serikat. Setiap informasi tentu mempunyai kepentingan tertentu, tergantung siapa yang berbicara. Maka penulis sudah mulai belajar klarifikasi tentang isu-isu tersebut. Menghimpun dari berbagai sumber, dan membuka perspektif yang lebih luas. Pertarungan proksi, persaingan ekonomi, pertarungan pengaruh, dan kepentingan-kepentingan lebih besar memengaruhi opini-opini yang dibangun oleh para pemilik kekuasaan serta oposisinya.

Dunia pendidikan tinggi yang penulis geluti selama ini. Menemukan bukti bahwa generasi muda Indonesia adalah generasi yang kurang mampu berfikir kritis. Pendidikan tinggi merupakan bagian akhir dari pendidikan yang mendapatkan bahan dari pendidikan dasar dan menengah. Para mahasiswa sangat jarang yang mampu berfikir kritis, karena mereka jarang dibiasakan untuk berfikir kritis. Menuangkaan gagasan melalui tulisan menjadi pekerjaan yang sulit. Mereka tidak terbiasa membaca, sehingga sulit untuk menulis. Penulis mencoba mengenalkan buku kepada anak-anak. Kalau ke toko buku bisa beli buku dan setelah itu mampir ke kedai makanan dan minuman sambil buka-buka buku. Mudah-mudahan mereka dapat menyukai buku dan membaca serta kemudian bisa menulis, untuk mengikat ilmu yang diperoleh, serta menyebarkan ilmu sebagai bagian dari amal kebaikan kemanusiaan.

Sarjana di bidang bahasa juga belum tentu menekuni dunia kepenulisan. Seorang junior di organisasi yang menekuni dunia kepenulisan secara profesional mendirikan usaha penerbitan. Melanjutkan studi lanjut strata dua kebahasaan, dan aktif mengajarkan menulis dan publikasi di sekolah-sekolah di Jakarta dan sekitarnya. Jika ditekuni dengan baik, kemampuan menulis bisa menjadi sumber ekonomi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun