Mohon tunggu...
Giwangkara7
Giwangkara7 Mohon Tunggu... Dosen - Perjalanan menuju keabadian

Moderasi, sustainability provocateur, open mind,

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Apa Manfaatnya IPK Sempurna?

5 Februari 2024   11:06 Diperbarui: 5 Februari 2024   11:18 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Hari ini muncul berita di media daring tentang peraih IPK Maksimal dari satu perguruan tinggi di Jawa. Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari fenomena tersebut:

  • Meraih IPK 4 menggambarkan ketekunan dan konsistensi serta intelektualitasme dalam pembelajaran; mahasiswa yang meraih IPK tertinggi memiliki potensi dasar dan motivasi belajar yang kuat.
  • Wa sohbatul ustadz, dapat berinteraksi dengan komunikasi yang baik dengan pengajar. Mengutip dari nasihat Imam Syafii, ulama masa lalu yang sampai kini populer. Syarat mencari ilmu itu ada enam yaitu kecerdasan, semangat, berkecukupan, bersahabat dengan ustadz (guru), dan waktu yang panjang.
  • Sebagai inspirasi bagi para mahasiswa lainnya untuk mengejar prestasi dalam perkuliahan. Tapi untuk mahasiswa jenis lainnya, IPK sempurna bukanlah tujuan akhir. Semisal, ada para mahasiswa yang memanfaatkan perkuliahan untuk menjadi ajang dalam mengejar prestasi non- akademik, atau prestasi akademik yang ada di luar program studinya. Hal itu juga patut diapresiasi.

Namun, bagi mayoritas mahasiswa, meraih IPK sempurna hanyalah angan-angan. Karena berbagai kendala yang mendatangi saat proses perkuliahan. Proses perkuliahan tidak berlangsung seperti di bangku sekolah. Mahasiswa diminta belajar secara mandiri, terbimbing, bahkan dengan tugas-tugas yang lebih berbobot daripada saat sekolah. 

Mereka yang meraih IPK sempurna ada yang berdasarkan jejak berdarah-darah. Mereka merelakan sedikit waktunya untuk berleha-leha, demi belajar menguasai bahan ajar disampaikan oleh dosen dengan kerja keras, kerja cerdas mengikuti proses. Sebagian lagi, karena kecerdasan bawaannya, mendapat nilai maksimal dengan sangat mudah. Karena punya daya intelektualitas diatas rata-rata.

Menurut para pakar yang sudah melakukan riset mendalam. Kesuksesan dalam dunia kerja dan kehidupan dimasyarakat, sangat sedikit yang ditentukan oleh seberapa tinggi IPK kita saat berkuliah. 

Lihatlah mereka yang memimpin berbagai instansi pemerintah maupun swasta, mereka bukanlah yang paling tertinggi. Tetapi mereka memiliki satu kualitas yang sama, yaitu selalu belajar. Mereka itulah yang memiliki growth minset. Pola fikir yang bertumbuh. Kalau kita ber IPK tinggi, tapi memiliki mindset yang tetap/fixed, maka kita akan tertinggal oleh mereka yang ber IPK lebih rendah, tetapi terus menerus belajar dan mengembangkan diri.

Dosen mengajar, demikian pula guru, mendorong mahasiswa atau siswa untuk meraih nilai maksimal pada pelajaran tersebut. Tetapi dalam sudut pandang pengajar akan terlihat seberapa banyak perubahan setelah belajar dari para mahasiswa/siswa.

 Jika mereka memperoleh nilai maksimal, tetapi sebenarnya mereka belum layak. Maka itu sebenarnya adalah kerugian. Karena ia dinilai bukan dengan harga yang sebenarnya. Seseorang yang berkualitas C, kemudian dinilai sebagai A, kemudian ia dikumpulkan dengan semua yang A, maka ia akan terpinggirkan sebenarnya. Karena tidak tepat.

Menurut pengalaman penulis, menjadi mahasiswa sebenarnya yang paling penting adalah lingkungan. Lingkungan pembelajaran di kampus dan di luar kampus selama menyandang status mahasiswa akan membentuk pola pikir dan wawasan yang lebih luas berkembang. 

Seorang Steve Jobs, anak angkat, drop out dari perkuliahannya karena merasa kasihan kepada orangtua angkatnya yang sudah susah payah membiayainya kuliah. Tetapi Jobs memanfaatkan lingkungan perkuliahannya untuk mengembangkan diri dalam bidang yang menjadi kesukaannya. Sehingga akhirnya bisa menjadi tokoh penting di bidang teknologi dunia sampai saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun