Mohon tunggu...
Giwangkara7
Giwangkara7 Mohon Tunggu... Dosen - Perjalanan menuju keabadian

Moderasi, sustainability provocateur, open mind,

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Islamofobia pada Orasi Kemanusiaan di Uhamka

18 Januari 2024   14:54 Diperbarui: 18 Januari 2024   14:59 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Prof. Dr. Sudarnoto Abdul Hakim, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi pembicara pada Orasi Kemanusiaan di Uhamka dengan tema Islamofobia, duri peradaban dunia. Pada orasinya Prof. Noto menyampaikan bagaimana Islamophobia terjadi di berbagai belahan dunia dan dalam berbagai bentuk. Islamofobia yang paling nyata adalah apa yang dilakukan oleh Israel di Jalur Gaza, Palestina. Pada orasi tersebut disampaikan tema: Global Crisis: a historical study and characteristics of Islamophobia. Kondisi dunia yang dikuasai oleh hegemoni Barat membawa dampak pada pemulyaan budaya Barat dan memandang budaya Islam sebagai the other yang dicurigai. Kecurigaan tersebut didasarkan kepada ketidaktahuan mereka tentang hakikat Islam dan juga wajah multirupa Islam di media massa yang cenderung berkonotasi negatif.

Dr. Hidayat Nur Wahid, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia yang diundang hadir pada acara Orasi Kemanusiaan di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka pada 18 Januari 2024 di Aula AR Fakhruddin Kampus FEB Uhamka. Menurut Politisi Partai PKS tersebut, Islam adalah agama yang menafikan the others, karena kalau kita pelajari di ilmu tafsir, ayat-ayat Makiyyah menyerukan kepada semua manusia, Ya Ayyuhan Naas... Keislaman identik dengan universalitas yang mengakui semua manusia sama kedudukannya dihadapan Tuhan Allah SWT. Dengan demikian adanya 15 Maret sebagai hari anti Islamofobia oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa merupakan sesuatu yang sangat penting dan didukung olehnya.

Menurut YM Duta Besar Muhsin Syihab, PhD. Dari Kementrian Luar Negeri, sebagai panelis pada acara tersebut, Islamofobia merupakan salah satu dari berbagai macam fobia yang ada di masyarakat dunia saat ini. Berdasarkan pengalamannya sebagai duta besar di PBB, Syihab menyatakan bahwa kondisi Islamofobia bisa menjadi refleksi bagi umat Islam untuk memperbaiki kondisi internalnya. Sehingga umat Islam dapat berkembang menjadi lebih baik lagi. Banyak konflik di PBB ada pada negara-negara Islam, baik sesama maupun dengan pihak lain, di berbagai belahan dunia. Pak Dubes menyatakan tiga hal yang meletakkan isu Islamofobia, yaitu pada tantangan global yaitu fragmentasi politik; migrasi dan lingkungan hidup, dan; perlunya toleransi. Fragmentasi politik di dunia menyebabkan terjadinya polarisasi politik dunia, demikian pula di level negara, terdapat beberapa kondisi yang mendorong terjadinya ultra nasionalisme dan fobia terhadap segala sesuatu yang asing. Islamofobia menjadi dasar bagi umat Islam untuk refleksi ke dalam, sehingga bisa mengembangkan kepribadian dan bermuamalah dengan sebaik-baiknya. Menguasai pendidikan tinggi dan dapat profesional di berbagai bidang pekerjaan.

Panelis selanjutnya Ir Agustanzil Sjahroezah, MPA., Wakil Presiden Pimpinan Pusat Syarekat Islam, menyatakan bahwa Islamofobia menjadi momen bagi umat Islam untuk bersatu melawan Islamofobia yang bahkan terjadi di negara ini, yang mayoritas beragama Islam. Para pendiri negara sudah berjuang untuk mendirikan negara beragama, bukan negara agama, yang perlu diperjuangkan sampai saat ini. Contohnya adalah adanya hate speech yang mengemuka dari tokoh-tokoh atau individu tertentu di negara ini terhadap agama Islam.

Wakil Rektor II Uhamka yang juga Dosen Pendidikan Sejarah di FKIP Uhamka, Dr. Desvian Bandarsyah, M.Pd. menyatakan bahwa Islamofobia secara sejarah berkaitan dengan keterpurukan umat Islam setelah Perang Salib, dan berlanjut dengan imperialisme dan kolonialisme Barat terhadap wilayah Afrika, Asia, dan Amerika Selatan. Kondisi tersebut marak setelah era Perang Dingin, dimana Barat menemukan Islam sebagai musuh seperti tesis Huntington, yang patut dicurigai sebagai the other.

Islamofobia duri dalam kemanusiaan. Mengapa mereka takut terhadap Islam? Karena konstruksi Islam di media dunia tidak menggambarkan Islam seutuhnya. Mengapa demikian? Karena media massa dikuasai oleh kepentingan tertentu yang memiliki basis nilai pemilik modal.

Bagaimana sikap muslim terhadap Islamofobia? Aktif menyebarkan nilai-nilai Islam rahmat bagi sekalian alam. Menyebarluaskan nya dengan berbagai media yang memungkinkan. Menyebarkan nya dengan perbuatan, sikap, dan sistem nilai yang dianut.

Dunia sekarang adalah dunia matinya kepakaran. Dunia yang banjir informasi. setiap suara (dengan keajaiban algoritma media sosial) dapat menjadi bertuah. Maka muslim harus memiliki literasi dunia digital. Apalagi dengan berkembangnya teknologi big data dan kecerdasan tiruan generatif.

Pilihannya antara dua, menjadi konsumen atau produsen. Muslim yang pasif dan tidak peduli akan menjadi konsumen data-data tentang kenegatifan Islam. Muslim yang aktif (di media sosial) dan peduli akan memproduksi narasi Islam yang menjadi rahmat bagi sekalian alam. Islam yang mendukung kemanusiaan universal. Islam sebagai bagian dari gerakan keberlanjutan dunia dan alam semesta, Islam hijau. Islam yang mendukung hak asasi manusia,  Islam yang menghargai perbedaan. Islam yang sholihun likulli zamaan wal makaan. Islam yang sesuai dengan tempat dan waktu apapun. Islam yang bisa berada di kutub, daerah tropis, padang pasir, pesisir, pegunungan, metropolitan, dan daerah mana pun dan kapanpun, tanpa harus kehilangan keislamannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun