Mohon tunggu...
Giwangkara7
Giwangkara7 Mohon Tunggu... Dosen - Perjalanan menuju keabadian

Moderasi, sustainability provocateur, open mind,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Harga Sebuah Jabatan

19 Oktober 2023   16:46 Diperbarui: 19 Oktober 2023   16:55 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kepemimpinan adalah ujian. Dzalim, dan tidak Amanah adalah dua hal yang bisa menyerang seorang pemimpin dan melemahkannya. Untuk mengenali diri dzalim atau tidak, seorang pemimpin tentu tidak bisa serta merta tahu. Orang yang dipimpin-lah yang akan menyatakannya. Jika hak-hak mereka dicederai. Oleh karena itu, seorang pemimpin diupayakan dapat berbaur dengan yang dipimpin. Saluran komunikasi yang mudah adalah salah satu kunci untuk solusi permasalahan organisasi. 

Selain itu, juga diperlukan pendekatan-pendekatan yang manusiawi dalam bekerja. Tidak memandang staf hanya sebagai faktor produksi yang dihargai hanya dari kinerjanya semata. Masyarakat Jepang mempunyai konsep Ikigai (alasan untuk hidup -- secara kebahasaan). Dengan konsep tersebut, maka mereka akan benar-benar mengatur tujuan-tujuan hidupnya mulai dari yang terkecil. 

Semua orang di Jepang, jika merunut konsep budaya tersebut, akan memiliki Ikigai-nya masing-masing. Seorang koki shushi, menemukan ikigainya ketika semburat sinar matahari menyilaukannya ketika berjalan ke pasar ikan, untuk memilih ikan terbaik bagi para pelanggan tercinta. Seorang pemimpin yang baik akan menemukan ikigai-nya ketika organisasi yang dipimpinnya berkembang lebih baik, ditandai dengan lebih banyak senyum terkembang di lingkungan kantor.

Ini adalah konsep hubud-dunya (cinta duniawi) yang unik. Terkadang di budaya kita, ikigai-nya lebih ke materialistik. Ukurannya adalah kepemilikan mobil, jumlah anak, jumlah harta, kekuasaan dan lain-lain yang materialistik. Ketika kekuasaan hilang, maka hilanglah sinar hidup di matanya. Ia mati sebelum mati. Warga Jepang tidak, mereka memiliki ikigai-nya. Mereka memiliki pilihan karir kedua yang mereka pilih, ketika karir pertamanya dengan sadar akan berakhir. Ketika pensiun dari pekerja kantoran, karir keduanya adalah menjadi koki, atau pekerja taman, atau pramusaji, atau apapun itu yang merupakan passion hidupnya.

Perhelatan pemilihan senator di Indonesia. Sebentar lagi akan bertumbuh berkembang menarik perhatian. Sejumlah uang dipersiapkan untuk perhelatan tersebut. Spanduk, sosialisasi, bendera, perlombaan, arisan, pengajian, konvoi, dan sebagainya membutuhkan pembiayaan yang tidak sedikit. Seperti perjudian. Kemungkinan untuk menang tidak bisa dipastikan dengan mudah. Tetapi jika mereka memang memiliki passion di dunia politik, maka menang atau kalah akan dijalani dengan keikhlasan. Karena jika tidak ikhlash maka akan berakhir di rumah sakit jiwa, atau kuburan. Kalah, bangkit dari kekalahan dan kembali berbisnis seperti sediakala. Ketika perhelatan Pemilu datang lagi, jika memang memiliki passion disitu, akan kembali terjerumus masuk ke lokasi itu untuk kedua atau ketiga kalinya.

Kaum penyorak ada di lingkaran lain. Mereka yang menjadi simpatisan. Menjadi panitia ketika ada perlombaan, arisan, pengajian, konvoi, dan sebagainya. Menikmati cipratan dana dari pesta demokrasi. Berkampanye melalui media sosial, di grup percakapan, dan di mana saja. Kadang tidak mengenal waktu. Semacam acara live e-commerce yang membuat suami-suami tepok jidat. Jam empat pagi masih ada diskon live. Sehingga para istri kabengbat, meninggalkan sholat tahajud, qobla shubuh, dan ibadah lainnya, karena ada kerudung bermerek yang memberi diskon, atau panci, kulkas, maupun penggorengan modern tanpa minyak. Tinggalkanlah apa yang tidak memberi manfaat bagi kamu. Pepatah lama mengatakan. Bagi mereka yang terpelajar, sibuklah dengan kecendikiawanannya. Sehingga menjadi ilmuwan terpandang karena karyanya. Bukan ilmuwan partisan yang hanya muncul pada setiap perhelatan demokrasi berjalan. Organisasi -- organisasi dijadikan tameng untuk klaim mengklaim. Padahal pada jaman sekarang, kepemimpinan lebih banyak bersifat sukarela... dilihat dari jumlah follower. Jika secara politik berbeda, maka mudah saja kita meninggalkan tokoh yang kita ikuti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun