Tarian di ruang tunggu adalah pengalaman pertama saya. Mungkin ada juga di tempat lain. Tetapi kalau dilakukan di semua bandara, maka akan menaikan harkat derajat pekerja kesenian. Berapa banyak pekerja seni yang akan terangkat derajatnya karena memiliki pekerjaan tetap menari di bandara, bahkan terminal, stasiun, ataupun pelabuhan. Dari data airmagz.com tercatat ada 76 bandara di Indonesia yang dipergunakan secara regular. Begitu banyak seni yang terangkat oleh kegiatan ini.Â
Biaya mereka dari mana? Pemerintah dan swasta bisa diminta untuk fasilitasi. Jangan hanya ambil untung dari laju perpindahan manusia, sesekali menghibur penumpang, dan memberikan lapangan kerja yang terhormat bagi pekerja seni. Â
Modalnya cuma sedikit, biaya penari, musiknya rekaman, soundsystem memakai yang ada. Kalau pemerintah dan swasta tidak peduli? Masih ada masyarakat yang peduli terhadap kesenian. Bisa saja dibuat crowdfunding untuk mendorong munculnya seni tradisi di ruang tunggu publik.
Saya tinggal di Jakarta. Pekerja seni sekarang sudah berkeliaran di jalanan. Kalau dulu manusia perak hanya beroperasi di kawasan Kota Tua, sekarang sudah sampai ke kawasan pertigaan lampu merah Condet. Kalau sebelumnya memakai pakaian ala pahlawan atau Noni Belanda, sekarang pakai celana pendek saja, dan semuanya dilumuri warna perak, tidak pakai sandal.Â
Badut, Ondel-ondel, Barongsai, Peniup Suling, Penggesek Biola, Pembawa Pecut dan lainnya sudah berjalan ke sudut-sudut keramaian di kota besar Jakarta. Menengadahkan tangan dengan kualitas berkesenian seadanya.Â
Seni untuk hidup.Seni adalah bagian dari kehidupan manusia. Seni adalah pelepasan dari katup rutinitas robot manusia. Dengan seni seorang penyapu lantai bandara bisa sejenak melupakan semua masalah hidup di rumahnya, tersenyum megah menikmati warisan budaya luhur yang dimilikinya. Seni adalah bagian dari hidup. Jika pemerintah tidak serius menangani kesenian, maka akan berdampak yang serius bagi kesehatan jiwa dan raga bangsa Indonesia.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H