Jika mereka masih mempertahankan pola lama dalam memimpin, tidak berusaha memahami kebutuhan milenial, maka kepemimpinannya akan berlalu just like dust in the winds.
Dalam kepemimpinan jaman sekarang ada konsep Disrupsi, Konsep Agil, Konsep Kecerdasan Artifisial, dan sebagainya dan sebagainya. Organisasi-organisasi semakin "cair", dunia kerja semakin terbuka dengan konsep-konsep kerja yang baru. Jasa pada masa lalu, akan jadi kenangan semata.Â
Mereka yang berjasa di masa lalu, belum tentu bisa bergerak di masa depan yang memiliki tantangan berbeda. Kebermanfaatan teknologi harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya agar roda organisasi semaakin bertuah di era perubahan.
Para penderita post power syndrom sebenarnya tergagap-gagap di dunia yang terus berubah. Mereka perlu pemahaman baru tentang dunia ini. Para jenderal membawa pernyataan kembali ke UUD 1945, itu adalah nada usang bagi saya.
Sama seperti nada usang bahwa TNI berhadapan dengan komunisme modern yang sering merasuki dunia media sosial saat ini. Bisakah dunia ini di roll on ke belakang? nehi!
Jaman sekarang ini, memahami masa lalu itu perlu. Namun lebih penting lagi memahami masa depan. Menyitir Pak Wing dari UII, Orkestrasi organisasi diperlukan untuk bersama-sama mencapai tujuan bersama secara kemitraan, kolaboratif, dan menyejahterakan bersama.
Jangan kuantitas tidak dapat dikapitalisasikan, hanyalah oleh segelintir elit organisasi. Perubahan mau gak mau akan memerlukan pengorbanan, dimanapun dan kapanpun, Maka, mari belajar terus..geluti hobby dan minat, serta jangan pedulikan gosip dan politik yang tidak terlalu ngaruh bagi jiwa kamu (rowahu Deddy Corbuzier huahahaha...!)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H