Tahun ini menghantarkan anak untuk masuk ke jenjang menengah pertama. Setelah sebelumnya menjalani pendidikan dasar di Madrasah Ibtidaiyyah Swasta yang terakreditasi unggul di bilangan Jakarta Timur. Untuk masuk ke MTS Negeri, yang pendaftaran online-nya lebih cepat, anak saya tidak bisa tertampung. Tidak lolos seleksi, berupa nilai raport, seleksi tertulis, dan wawancara.Â
Kemudian setelah lebaran, mulai mencari-cari info di SMP Negeri. Ternyata SMP Negeri di Jakarta Timur memiliki kualitas yang beragam, demikian pula walaupun di satu kecamatan yang sama. Muncul-lah nama-nama SMP Negeri yang unggulan. Sekilas juga mulai beredar info tentang sistem zonasi. Satu yang saya kurang pahami adalah bahwa dalam praktiknya, sistem zonasi memiliki penerapan yang beragam di beberapa daerah. Salahnya saya adalah menerima saja penjelasan secara umum. Bahwa siswa dapat memilih sekolah yang terdekat dengan rumahnya.
Tahapan pertama adalah mengambil token di sekolah. Hari itu hujan cukup deras dan lama. Tetapi para pendaftar bersabar menembus hujan dan antrian untuk memperoleh token. Pergi jam 8 an pagi, dapat nomor antrian 252. Setelah itu, ada masalah klasik, tidak bisa akses daring (online), jadi ada keterlambatan waktu.Â
Sekitar jam 9 an baru bisa proses. Alhamdulillah para petugasnya cukup banyak dan bekerja dengan cepat dan ringkas. Satu loket dikelola dua petugas. Akhirnya saya bisa pulang ke rumah jam siangan, untuk kemudian pergi ke kantor. Karena masih belum pengalaman, saat itu juga langsung dieksekusi, bersama dengan istri. Mencari solusi terbaik memilih sekolah untuk anak.
Maka saya pun memilih SMP - SMP Negeri yang terbaik di Kecamatan Ciracas. Dengan nilai rata-rata 71,97, akhirnya pada Tahap Pertama pilihan-pilihan saya dan istri-pun mental. Urutannya turun secara drastis pada sekolah pilihan pertama, kedua dan ketiga. Panik-lah kami berdua, wah alamat harus kembali mencari sekolah swasta, atau homeschooling :). Lalu kami-pun mencari info lebih lanjut tentang apa yang harus dilakukan.Â
Kepada teman-teman yang menjadi guru SMP maupun kepada sesama wali siswa. Ada Tahap Dua, dengan para pendaftar bisa lebih luas dari zona yang ditentukan. Karena pada tahap pertama anak saya tidak masuk, maka pada tahap kedua saya bisa mencoba peruntungan. Dengan saingan lebih luas cakupannya.
Ternyata pada tahap dua, nilai UN para pendaftar relatif cukup kecil. Dengan nilai yang kecil bisa ambil peluang prosentase jumlah siswa yang disyaratkan pada tahap kedua. Tentu saja jumlahnya, kuotanya, lebih sedikit daripada tahap pertama. Inilah keuntungannya bagi anak saya yang nilai rata-rata UN-nya sekitaran 70 an. Bisa masuk ke sekolah unggulan, walaupun urutannya agak di belakang. Mudah-mudahan anak saya bisa bersaing.Â
Saya yakin itu, karena nilai UN bukanlah segalanya. Rata-rata nilainya di kelasnya cukup baik. Sekolah yang unggulan memiliki guru-guru hebat, yang akan mengajar dan mendidik dengan baik. memang ada dua sekolah yang nilai rata-rata peminat di tahap kedua cukup tinggi, sehingga peluang anak saya juga tidak ada. Walaupun sekolah itu jaraknya hanya satu kilometer dari rumah.Â
Selain itu, sistem ini memberi peluang bagi calon siswa dari luar kota, berprestasi, anak panti dan beberapa kriteria lainnya. Dengan demikian muncul keberagaman siswa di sekolah. Inilah yang saya mau sampaikan kepada anak saya. Selama ini ia bersekolah di sekolah berbasis agama, untuk SMP ia harus bergaul dengan beragam latar belakang teman-teman. Agar nanti di SMA dan Perguruan Tinggi ia bisa lebih memiliki wawasan dan pengalaman serta toleransi terhadap perbedaan.Â
PPDB ini didukung oleh media sosial dan ada campur tangan dari Telkom dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK!). dengan demikian para pendaftar cukup yakin akan transparansi data, serta kecurigaan akan adanya kecurangan sistem. Pemantauan bisa dilihat melalui program yang bisa diunduh di Playstore, dan ada layanan SMS di 98108. Twitter dan situs PPDB juga cukup mudah diakses dan memberi layanan yang WOW. Terima kasih Pemda DKI dan segenap pendukung PPDB Online: Pendidikan Berkualitas dan Tuntas! Semoga kebaikan ini bisa menyebar ke seluruh pelosok nusantara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H