Ini adalah patung yang paling banyak terdapat di sekolah-sekolah di Jepang. Patung Ninomiya Kinjiro, yang sesudah dewasa bernama Ninomiya Sontoku. Bentuk patungnya khas. Anak kecil yang membawa kayubakar sambil membaca buku. Perilaku yang mirip diperoleh di pondok pesantren Darussalam Gontor Ponorogo. Banyak santri - santri berseliweraan sambil membaca buku, dan membawa buku kemana-mana.Â
Ceritanya, Ninomiya Kinjiro adalah seorang anak yang gemar membaca. Tetapi ia miskin hidup bersama dengan pamannya. Pamannya menyuruhnya untuk bekerja, dan memarahinya jika banyak baca buku. Maka ia tetap mengerjakan tugas pamannya, sambil juga membaca buku. Maka ia membaca buku sambil membawa kayu bakar. Cek di wiki
Kelak ia menjadi seorang Ninomiya Sontoku, filsuf, pemuka di bidang pertanian, ekonom dan moralis besar abad ke-19 dari Jepang yang lahir pada 4 September 1787. Pada tahun yang sama dengan kelahiran Pangeran Antasari dari Kalimantan Selatan (suku Banjar). Menurut catatan Murni Ramli (2018) terdapat ratusan patung Ninomiya Kinjiro didirikan di depan sekolah dan tempat-tempat umum.Â
Karakter berkemajuan seperti itu terus menerus disosialisasikan dengan patung, wacana, pidato, sandiwara, film, dan alat-alat propaganda lainnya. Sehingga menjadi suatu wacana umum yang melekat dalam memori kolektif masyarakat. Bahwa belajar itu harus sungguh-sungguh. Bahwa pencapaian cita-cita itu harus serius.Â
Man Jadda Wajada. Barangsiapa yang bersungguh sungguh maka akan berhasil. Pada biografi Ninomiya Kinjiro di Wikipedia, kita bisa membaca bahwa beliau adalah yatim piatu, yang karena kepandaiannya bisa menjadi tokoh terpandang di jamannya, dengan karya-karya yang bermanfaat bagi masyarakat jelata.Â
Bangsa kita dengan 250 jutaan penduduk, tentu saja memiliki berbagai cerita sejarah orang-orang besar. Namun cerita itu tidak terekspos ke masyarakat luas.Â
Ketika belajar IPS ataupun sejarah, kita hanya belajar "kulit"nya saja. Demikian pula tokoh-tokoh lokal yang menjadi nama-nama gang, nama jalan, kalau digali lebih jauh, pasti memiliki perilaku yang dapat di teladani oleh generasi muda jaman sekarang. Selain narasi besar yang diteliti para peneliti  seperti Diponegoro, Tan Malaka, Cut Nya Dien, Soekarno, Hatta, Syahrir, Ahmad Dahlan, Hasyim Asyari, HOS Cokroaminoto dan sebagainya. Para pahlawan di sekitar kita juga ada, dan banyak. Karakter kebaikan dari tokoh lokal dapat diangkat sebagai bagian dari pembelajaran Pendidikan Karakter.Â
Saat ini, pendidikan karakter didikte oleh acara televisi, layanan situs video berbagi, dan media sosial. Kita tidak bisa membebankan ini kepada guru IPS semata, ini tanggung jawab kolektif peduli generasi masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H