Mohon tunggu...
Giwangkara7
Giwangkara7 Mohon Tunggu... Dosen - Perjalanan menuju keabadian

Moderasi, sustainability provocateur, open mind,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dunia Akademisi dan Dominasi Scopus

26 Maret 2016   13:15 Diperbarui: 26 Maret 2016   13:26 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di kalangan dosen, baik negeri dan swasta di Indonesia. Saat ini sangat dianjurkan untuk menulis di jurnal internasional. Skala paling atas adalah Scopus. Jika mampu menulis di jurnal terindeks Scopus maka akan memudahkan jalan menjadi Profesor alias Guru Besar. Kalau tidak mampu menjangkau itu, bisa menulis di jurnal yang terindeks Thomson dan lain-lain. Untuk mampu menulis di jurnal yang bagus, tentu saja kita harus memiliki kemampuan meneliti yang bagus, ditunjang oleh bidang keilmuan kita yang selalu ter-update. Sesuatu yang menantang bagi kalangan dosen dan peneliti kampus. Dosen tugasnya mengajar dan meneliti, serta membuat pengabdian kepada masyarakat. Sayang kebanyakan masih terpaku pada pengajaran saja, sehingga penelitiannya terbengkalai. Kadang yang menjadi penyebabnya adalah masalah ekonomi. Tawaran mengajar sana-sini memberikan tambahan pundi-pundi harta untuk menyambung hidup dan kesejahteraan.

Sebenarnya selain Sopus ada juga lembaga-lembaga bawahnya yang mendorong bagi kemajuan ilmiah di bidang penulisan di jurnal internasional. Ini juga perlu dicari. Terkadang beberapa kalangan dosen tertipu oleh jurnal predator. Mereka-mereka yang memanfaatkan situasi untuk keuntungan finansial. Tidak semua jurnal ilmiah menerima dengan cepat tulisan kita. Kalau cepat menerima, berarti ada apa-apanya. Merekalah predator. Beberapa tahun yang lalu pernah ada artikel ilmiah dengan data penulis Inul Daratista, dengan alamat Gang Dangdut, diterima saja oleh jurnal tersebut. Jurnal abal-abal yang tidak pernah mengecek kebenaran penulisnya, asalkan bayar maka akan diterbitkan dengan kurun waktu yang cepat.

Disisi lain, ada kalangan akademik yang mendorong bagi keterbukaan informasi. Keterbukaan jurnal-jurnal bagi aktifitas ilmiah agar terjadi kesetaraan antara negara maju dan negara yang belum maju.

Suara-suara protes nyaring di kalangan kampus untuk meniadakan syarat jurnal internasional dengan berbagai alasan. Alasan yang paling tidak bisa diterima adalah karena ketidakmampuan bersaing dan kekurangan ilmu untuk menulis disana. Hal itu tentu saja perlu dikoreksi. Karena perkembangan jurnal ilmiah dan tulisan ilmiah akan berdampak bagi kemajuan keilmuan di lembaga kampus. Kalau kampus masih berebut banyak-banyakan jam mengajar, maka akan ketinggalan jaman di masa penuh persaingan ini. Vietnam, Filipina, Thailand dan lainnya mengintip taraf kemajuan kita. Yang dikahawatirkan oleh kalangan Guru Besar seperti Prof. Azyumardi Azra akan menjadi kenyataan, jika visi pendidikan tinggi Jokowi tidak benar-benar dapat dikumandangkan dengan keyakinan yang tebal. Saat ini sepertinya belum jelas mau dimana pendidikan tinggi kita. Pekerjaan-pekerjaan administratif mengungkung akademisi, alih-alih mereka dapat mengajar dan meneliti dengan tenang.

Saya sedang berusaha menulis di jurnal internasional. Semoga bisa tertulis disana pada masa tertentu. Saya menekuni bidang sosiologi pendidikan, pendidikan ips, dan manajemen pendidikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun