Selain aktif di twitter, Walikota Bandung, Ridwan Kamil juga membuat tema-tema hari di Bandung. Harapan agar indeks kebahagiaan warga Kota Bandung akan meningkat. Maka fenomena “Bandung heurin ku tangtung” (Bandung.. Berdiri aja susah - terjemahan bebas :) ) akan sedikit demi sedikit ditata dengan baik.
Fenomena walikota yang akrab dengan jejaring sosial berbasis internet membuat gagasan-gagasannya banyak dicari, dibaca, dan dikagumi oleh masyarakat dunia maya. Ide-ide dan aktifitasnya menyebarkan semangat inovasi lintas generasi, bahkan lintas geografis. Saya sebagai warga Jakarta bersuku Sunda juga menjadi tertarik membuka twitter hanya untuk membaca tweet-nya Ridwan Kamil yang humoris.... Hiburan di saat - saat sendiri dan kepastian oral defense belum menentu (saat itu). Sampai sekarang membaca tweet-nya Ridwan Kamil adalah sehat, senyum, dan belanja ide inovasi. #ReboNyunda adalah upaya kreatif Ridwan Kamil untuk mengajak pegawai Pemkot Bandung berbahasa Sunda pada hari Rabu. Dan pelayanan masyarakat juga diupayakan menggunakan bahasa tersebut. Maka masyarakat kota Bandung juga akan didorong untuk berbahasa Sunda pada hari itu. Kejadian tambahannya adalah para siswa dan guru berpartisipasi dengan menggunakan pakaian ala etnis Sunda. Kalau menurut salah seorang teman yang anaknya sekolah di Bandung: sangat “sundaness” pada hari Rabu. Di twitternya Ridwal Kamil juga sering muncul #ReboNyunda yang memuat foto-foto warga Sunda di berbagai penjuru Nusantara, bahkan luar negeri, yang mengenakan ikat kepala khas Sunda “Iket”, sebagai paritisipasi #ReboNyunda. Di ruang ujian akhir semester mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA) Jakarta, ternyata juga saya temukan seorang mahasiswa yang ikut program #ReboNyunda. Ikat kepala khas Sunda ternyata memiliki cara pemakaian yang berbeda dengan yang digunakan oleh etnis Jawa ataupun Bali. Demikian pula motif kain batik yang digunakan juga berbeda. Saya perkirakan mahasiswa ini berasal dari Bekasi, karena lokasi UHAMKA ini mudah dijangkau dari Bekasi, Bogor, maupun Depok. Di penjual kaki lima di Bandung, sekarang ini banyak ditemukan penjual kain ikat kepala. Penjualnya biasanya memberikan tutorial bagaimana cara memakai ikat kepala tersebut. Globalisasi selain membuat dunia datar dengan warna kapitalisme yang massif, ternyata juga bisa menonjolkan local wisdom / kearifan lokal untuk tetap eksis dibanggakan oleh penduduk pribumi/lokal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H