Seseorang dalam hidupnya pasti pernah merasa kagum atas orang lainnya. Kekaguman terhadap orang terdekat, orang terkenal, seseorang tak dikenal, atau siapapun bahkan orang yang jauh disana hanya dikenal melalui media televisi misalnya. Dalam satu episode hidup, saya pernah kagum pada seseorang perempuan di angkot, kok pakai pakaiannya matching banget sama orangnya! Bahkan terbayang-bayang setelah itu, wah ini perempuan pinter berdandan. Namun kekaguman itu cukup berlalu begitu saja. Kekaguman terhadap guru waktu kecil, mungkin yang paling melekat bagi saya, sampai saat ini mereka menjadi inspirasi untuk meraih hidup lebih baik bagi diri saya.
[caption id="attachment_223140" align="alignnone" width="150" caption="bestkindoflife.com"][/caption] sumber: bestkindoflife.com
Kekaguman ini dalam satu titik bisa menjadi fanatik atau fanatisme. Segala yang berasal dari yang dikagumi akan selalu menarik, bahkan sampai ke hal yang remeh temeh. Fanatisme yang buta bisa berbahaya, seperti penembakan terhadap sang dikagumi tersebut. Semakin usia bertambah semakin kagum mengagum ini bergeser menjadi lebih realistis. Benarkah?
Mungkin juga tidak, pada beberapa kasus. Penggemar Iwan Fals secara berkala berkunjung ke Leuwinanggung untuk menonton konser beliau. Mereka datang dari berbagai pelosok nusantara, mereka datang dengan beragam usia. Penggemar Iwan Fals dan penggemar Haji Oma Irama memang banyak, seperti juga penggemar fanatik Slank. Mereka memiliki wadah organisasi resmi. Meskipun bukan anggota OI (Orang Indonesia) komunitas penggemar lagu-lagu Iwan Fals, namun saya memiliki hampir semua lagu beliau, karena lagu-lagunya yang tak luntur oleh jaman. Bang Iwan ngomong biasa aja sudah seperti nyanyi..! Apalagi nyanyiannya tentang pembunuhan aktifis Munir dahsyat sekali isinya…
Dalam pemikiran intelektual keindonesiaan, banyak sekali pemikir dan aktifis yang saya kagumi. Mulai dari Soekarno, Hatta, Syahrir, Tan Malaka, Haji Agus Salim, Ir. Juanda, Si Jalak Harupat Otto Iskandar Dinata, KH Ahmad Dahlan, KH Imam Zarkasyi, KH Ahmad Sahal, Kasman Singodimedjo, Hamka, Jalaludin Rahmat, Abdurrahman Wahid, Nurkholis Madjid, Emha Ainun Nadjib, BJ Habibie, Ahmad Syafii Ma’arif, Abdul Munir Mulkhan, Wiji Tukul, dan Munir. Mereka memang bukan manusia sempurna, namun mereka membuat saya kagum dengan karya-karya nyatanya yang bermanfaat bagi kemanusiaan dan keindonesiaan. Merekalah bunga nusa bangsa (mengutip syair lagu bang Iwan ) bagi nalar pemikiran pribadi saya.
Kagum juga bisa pada benda, binatang atau tumbuhan. Kagum karena keunikannya atau lainnya.
Kekaguman itu juga jangan sampai menutup kritisme kita, karena kalau kita terlalu kagum maka kita akan menjadi pengikut buta, taklid. Saya kagum Soekarno pada satu sisi, tetapi saya tidak kagum kepada sisi tertentu dari kehidupan Soekarno.
Wuhan, 2012-12-22
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H