Mohon tunggu...
Giwangkara7
Giwangkara7 Mohon Tunggu... Dosen - Perjalanan menuju keabadian

Moderasi, sustainability provocateur, open mind,

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Belanja ide, Perubahan kurikulum, Model kepemimpinan Jokowi

22 November 2012   07:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:52 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ide itulah yang susah mencari pasarnya. Bahkan tidak ada yang berani membuat suatu pernyataan bahwa idenya lah yang paling baik. Belanja ide bisa dari mana-mana, bahkan dari khayalan dan mimpi. Memiliki ide belum tentu bisa menuangkannya dalam karya nyata, dalam praktik keseharian. Sesuatu kebiasaan, atau perilaku yang baru di masyarakat tertentu, mungkin merupakan kenyataan yang beratus tahun dilaksanakan di masyarakat lainnya. Makanya ada istilah berpikir di luar kotak, thinking out of the box, agar memperoleh ide yang lebih baik atau pun luar biasa. Komunitas alternatif perlu dijajaki untuk didengar ide-idenya, karena akan memperluas pandangan tentang hidup dan kehidupan secara lebih luas. Budaya pop mengajarkan kita untuk menjadi penikmat, folowwer, dari apa yang sudah dihidangkan oleh agen-agennya.

Seorang guru memiliki tugas dan tanggung jawab di kelas dan sekolah. Selain itu ada beberapa tugas yang dilaksanakan di rumah, seperti membuat persiapan mengajar, media pengajaran, maupun memeriksa pekerjaan rumah dan ulangan siswa. Bukan tidak mustahil guru tersebut belanja ide dengan mempelajari bagaimana kinerja dari guru bimbingan belajar yang tidak memiliki sekolah, tetapi memiliki banyak murid yang berhasil. Bisa pula mempelajari bagaimana seseorang yang mengajar di pesantren-pesantren baik pesantren tradisional yang menggunakan sistem halaqoh, sorogan, ataupun sistem pesantren modern yang menggunakan model ‘boardingschool’ memiliki pola pembelajaran 24 jam di lingkungan yang serba mendidik.

Ide memperpanjang jam belajar, dan mengurangi jam pelajaran mungkin baru taraf kajian di Indonesia. Di Tiongkok sudah dilaksanakan, paling tidak menurut pengalaman anak saya yang baru sekolah kelas satu disini. Jam belajar disini dibagi menjadi dua bagian. Jam musim dingin dan jam musim panas. Jam belajar musim dingin efektif sejak tanggal 1 Oktober sampai 31 Maret, untuk jam belajar musim panas sesisanya. Ada enam jam pelajaran setiap hari di kelas satu, tidak semua jam dilaksanakan untuk belajar pelajaran. Beberapa jam merupakan jam pelajaran untuk membantu anak mengerjakan pekerjaan rumah. Maklum masih kelas satu. Sekarang di jam musim dingin, anak masuk jam delapan pagi, masuk belajarnya jam 8.20. Pulang sekolah jam empat sore pas. Dengan istirahat siang jam 11.50 – 14.00.

Perbedaan menyolok dalam jam pelajaran di Indonesia. Dari SD sampai perguruan tinggi, kita terbiasa memperoleh tiga atau lima pelajaran berturut – turut, kemudian diselingi istirahat beberapa menit. Di China setiap selesai satu jam pelajaran, mahasiswa/siswa diberi kesempatan untuk istirahat sebentar, sekitar 10 menit, untuk ke toilet/minum/makan makanan ringan dan lainnya. Dengan demikian ketika pelajaran berlangsung, maka semuanya serius menyimak pengajaran yang disampaikan.

Jokowi Ahok mempunyai cara belanja ide, bagaimana membangun Jakarta dengan belanja ide dari lapangan. Masalah riil yang ada di masyarakat. Hal inilah yang tidak dimiliki oleh gubernur sebelumnya ataupun pemimpin lainnya di negara ini. Bahkan seorang kompasianer menulis mengenai ‘Jokowi bin Khattab’ untuk melihat persamaan Joko Widodo dengan Umar bin Khattab, dalam mendengar permasalahan rakyat. Sutiyoso mengkritik, namun pendukung dan rasionalisasi kinerja belanja ide dari masyarakat malah semakin kokoh. Pemimpin dengan gaya bottom – up berbeda gaya dengan pemimpin top – down yang umum di laksanakan di militer, kepolisian, ataupun birokrat model lama. Makanya bersyukurlah Jakarta memiliki pemimpin yang suka berbelanja ide dari masyarakat.

Wuhan, 2012-11-22

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun