Mohon tunggu...
Giwangkara7
Giwangkara7 Mohon Tunggu... Dosen - Perjalanan menuju keabadian

Moderasi, sustainability provocateur, open mind,

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Catatan alumni sekolah guru tentang motivasi intrinsik ekstrinsik

18 Oktober 2012   20:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:41 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dulu ketika masih kuliah, memperoleh materi kuliah tentang Psikologi Pendidikan. Dari situlah pertama kali mengenal istilah motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Kedua motivasi tersebut berperan penting dalam pertumbuhkembangan anak – anak menuju kedewasaan. Peranan kedua motivasi ini saling bersaing di jaman sekarang ini. Ada yang mengatakan bahwa motivasi ekstrinsik sekarang ini berpengaruh lebih besar bagi tumbuhkembang kepribadian anak. Sebabnya adalah semakin kuatnya pengaruh teknologi informasi dan komunikasi dalam kehidupan sehari – hari. Televisi adalah agen nya. Masuk ke rumah – rumah dan menawarkan nilai – nilai baru, yang berbeda dengan nilai – nilai konvensional keluarga Indonesia. Daya saring masyarakat terhadap televisi di jaman kapitalisme ini begitu minim. Demi rating, acara jelek terus menerus membombardir rumah kita. Acara – acara yang merendahkan logika demi keuntungan materi, yang penting penonton banyak dan pemasang iklan banyak, terus disiarkan. Nilai – nilai hedonisme, materialisme, kapitalisme, menyeruak meracuni kesadaran masyarakat. Sementara pemerintah terlihat kurang mampu beraksi memasang badan dari bahaya nilai – nilai tersebut. Rekayasa sosial untuk membentuk anak dan masyarakat yang memiliki Kepribadian Pancasilais, hanya muncul di angan – angan di negeri yang Presidennya pintar berbahasa Inggris ini.

Motivasi Intrinsik juga sebenarnya tak kalah penting dalam perkembangan kepribadian anak. Ini terkait dengan karakter asli dan hasil didikan orangtua dan pendidik di sekolah. Kecenderungan – kecenderungan pada diri anak menjadi potensi yang perlu dikembangkan. Berdasarkan konsep kecerdasan berganda setiap anak memiliki berbagai potensi. Contoh nyata dalam hal ini adalah seorang mantan Atlet peraih medali emas di China yang setelah pensiun dari lapangan olahraga, ia berhasil sukses sebagai novelis. Menulis di kompasiana bagi penulis didorong oleh satu motivasi intrinsik yaitu menandai bahwa penulis pernah ada di dunia ini, dan menyebarkan keberadaannya dengan tulisan – tulisan.

Salahsatu motivasi orangtua untuk memasukkan anak – anaknya ke pesantren (pesantren modern yang memiliki sistem persekolahan formal) adalah untuk melindungi anak dari pengaruh eksternal yang buruk di sekolah umum dan masyarakat umum. Namun perlu pula memperhatikan karakter intrinsik dari anak itu sendiri, jangan memaksakan kehendak orangtua kepada anak – anak. Karena anak akan merasa ‘dibuang’ ke pesantren. Dan rasa terpaksa tersebut lama kelamaan akan berpengaruh terhadap kehidupan dan studi di pesantren. Pesantren juga bukan tempat untuk merubah anak menjadi anak baik – baik. Kalau anak dibesarkan dengan harta yang tidak halal, (hasil korupsi, suap menyuap, dan kejahatan lainnya) maka itu akan berpengaruh terhadap kepribadian anak. Walaupun anak di masukkan ke pesantren, namun tidak menjamin keberhasilan kehidupan pribadi dan studi di pesantren. Namun diyakini memasukkan anak ke pesantren menjadi alternatif bagi pertumbuhan kepribadian islami anak, dengan memilah mana pesantren yang benar – benar baik sistem pendidikannya.

Tawuran adalah sebentuk amuk massa. Menurut para pakar kejiwaan, jika anak – anak kurang memiliki kemelekatan dengan orangtua dan guru, maka ruang itu akan diisi oleh teman sebaya. Teman sebaya – lah yang banyak mengatur perilaku dan menjadi trend setter. Masalah tawuran pelajar dapat dipandang dari salah satu sudut pandang sebagai potret dari masyarakat kita yang kurang memberikan kasih sayang kepada anak. Motivasi eksternal sangat kuat, mempengaruhi motivasi intrinsik yang memang sudah lemah. Ke sekolah mau ngapain? Faktor teman dan pergaulan menjadi lebih banyak menduduki prioritas utama daripada guru dan pelajaran.

Anak cuma satu, perekonomian melaju kencang. Maka mau tidak mau motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik bagi pelajar di China sangatlah tinggi untuk meraih prestasi belajar. Orangtua rela bersusah payah kerja keras dan menghemat agar mampu memberikan pendidikan terbaik kepada anak semata wayang mereka. Anak – anak belajar keras untuk berprestasi di bidangnya, bahkan kalau perlu pelajaran itu dihafal. Di taman – taman kampus pada pagi hari, ataupun pada hari libur Sabtu dan Minggu pagi, sering dijumpai pelajar China yang menghapalkan pelajaran. Bahasa Inggris dihapalkan dengan aksen yang aneh. Tapi lama kelamaan aksen mereka menjadi lebih baik. Bagai air mengalir ke batu yang membuat batu menjadi berlubang. Cikaracak ninggang batu, laun – laun jadi legok, peribahasa suku Sunda menyebutkannya begitu.

Wuhan, 2012-10-18

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun