Profesor adalah gelar / pangkat akademik tertinggi di bidang akademik. Tidak ada sekolahnya untuk menjadi professor. Dalam perundang-undangan di Indonesia nama resminya adalah Guru Besar. Sekarang ini, untuk memperoleh pangkat Guru Besar, seseorang harus sudah menempuh jenjang pendidikan doktoral. Gelar honoris causa diberikan kepada tokoh-tokoh yang memiliki pencapaian akademik yang tinggi dan memiliki karya yang bermanfaat bagi kemanusiaan. Hamka, misalnya, memperoleh gelar kehormatan Prof. Dr. karena karya-karyanya yang monumental dan diakui oleh bangsa-bangsa berbahasa Indonesia, Melayu dan Arab. Ia memperoleh gelar kehormatan Doktor dari Universitas Al Azhar di Mesir (1959) dan Universitas Nasional Malaysia (1974), serta memperoleh gelar Professor dari Universitas Prof. Dr. Moestopo. Cerita lucu tentang masyarakat yang adu gengsi dengan gelar professor ada di Bali. Seorang caleg mencantumkan gelar professor "abal-abal" pernah masuk radar pembacaan media sosial saya.
Sabtu besok akan ada pengukuhan Guru Besar di kampus kami, sebuah kampus swasta di Jakarta. Doktornya di bidang PKLH, S2 nya Statistik, S1 nya kalau gak salah Ekonomi. Sama-sama rumpun ilmu sosial. Professor tersebut adalah PNS yang dpk di kampus kami. Semoga Guru Besar ini dapat mencerahkan kehidupan akademik di kampus swasta ini. Ia menjadi Guru Besar di Program Studi Pendidikan Geografi. Untuk memperoleh Guru Besar, tentunya bapak ini telah memiliki tulisan-tulisan ilmiah tingkat nasional dan internasional. Dan dengar-dengar katanya kalau Guru Besar tidak produktif, maka menghasilkan karya ilmiah, maka ia akan dicabut gelar Professornya. Karena Professor itu harus memperoleh tunjangan dari pemerintah.Rugi rasanya jika pemerintah harus memberi tunjangan kepada Guru Besar, tetapi ia tidak produktif bagi dunia pendidikan dan dunia akademik.
Kalau Professor Raja Dangdut mungkin tidak perlu itu, karena ia sudah banyak menikmati royalti dari karya-karyanya :).
Pejabat Kemendikbud berkoar-koar untuk para pengajar perguruan tinggi agar kuliah yang linier. Prakteknya ternyata sulit dilaksanakan. Ilmu pengetahuan juga semakin "mendekat". Perbedaan ilmu di S1.S2 dan S3 justru memberikan warna bagi perspektif keilmuan yang diperoleh. Umumnya orang-orang yang S1 nya ilmu kealaman dan eksakta, memilih S2 dan S3 pada jurusan ilmu ilmu sosial hehehe...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H