Mohon tunggu...
Giwangkara7
Giwangkara7 Mohon Tunggu... Dosen - Perjalanan menuju keabadian

Moderasi, sustainability provocateur, open mind,

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Semakin Sederhana Angkutan Digunakan, Semakin Banyak Berderma

24 Oktober 2014   02:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:56 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_370084" align="aligncenter" width="544" caption="Ilustrasi pengemis. (Kompas.com)"][/caption]

Sebagai pengguna angkutan umum Jakarta by design, saya bisa menyimpulkan demikian. Semakin murah tarif angkutan yang kita pakai, semakin banyak penjaja atau pengamen kita hadapi dalam perjalanan. Misalnya jarak jauh dari terminal kampung Rambutan sampai terminal Blok M. Kalau angkutannya sudah agak mewah, maka pengamen uga dilarang naik, karena mengganggu privasi penumpang. Seperti di Busway, tidak ada, demikian juga di beberapa bis jarak jauh.

Tetapi ada juga beberapa bis yang memberikan kesempatan untuk para penjaja dan pengamen. Bagi yang tidak ingin perjalanannya terganggu, banyak penumpang memilih tempat duduk di bagian depan. Namun obatnya adalah keramahtamahan. Untuk survive di jalanan karena tidak mengantongi uang recehan untuk dibagi, kita harus mampu menolak dengan halus. Jangan pura-pura tidur atau memasang wajah garang, karena bisa memicu ledakan amarah yang bisa jadi dilebay-lebaykan atau emang karakter.

Sebagian pengamen tidak memaksa, sebagian lagi agak memaksa dan menggunakan bahasa tubuh yang mengancam. Apalagi kalau mereka berombongan dan memakai asesoris serta tato di badan yang aneh-aneh dan bau badan yang kurang enak. Sangat disayangkan adalah penggunaan anak-anak bayi yang dibawa-bawa saat mengamen. Komnas anak yang ada di wilayah Pasar Rebo, tampaknya tidak berdaya saat terjadi eksploitasi anak di perempatan Pasar Rebo. Konon kadang-kadang anak itu katanya diberikan obat generik untuk dewasa agar bisa anteng tidur. Ada lagi anak-anak laki-laki  atau perempuan kecil yang menyanyi dengan suara parau gak jelas bermodalkan tutup botol yang digabungkan dalam satu tongkat kayu kecil. Mereka juga sudah banyak yang mengkonsumsi Aibon. Sehingga masa depan mereka begitu jelas kesuramannya. KAlau kita perhatikan, mereka dikelola oleh orang-orang dewasa yang melindungi mereka dan menerima setoran dari anak-anak itu.

Yang paling kesal adalah jika ketemu pengamen tanpa modal. Sebenarnya ia adalah orang normal, namun ketika mengamen dia berpura-pura menyanyi ala orang gagu. Tentu saja suaranya merusak suasana angkutan. Sejenis ini agak banyak, ada yang pura-pura gagu, pura-pura bersiul, dan tingkah polah lainnya. Intinya mereka adalah para pengamen yang sama sekali tidak memiliki sesuatu yang bisa dijual, selain sandiwara anehnya itu. Adapula yang membawakan doa dan doa-doa ketika sholat dalam pengamenannya. Mungkin sekedar trik untuk memperoleh simpati dari para penumpang dan menunjukkan bahwa ia juga orang bener hehe.

Bagi para penumpang angkutan umum. Ini bisa jadi cara berderma yang wajar-wajar saja. Pemerintah bisa saja melarangnya, tetapi bisakah pemerintah mengangkat mereka dari jalanan? Bisakah pemerintah menjamin keamanan penumpang bis umum. Idealnya menurut saya di dalam bis tidak ada pengamen. Kslau mau mengamen, di jalan boleh-boleh saja. Seperti yang pernah saya lihat di Wuhan, China. Para pengamen disana sangat profesional. Jelas apa yang mereka "jual". Menyanyi dengan gitar listrik, bermodalkan suara dan peralatan yang sepadan.

Pengamen, dan manusia gerobak adalah masalah bagi pemerintahan kota. Kalau mereka tidak ada dijalanan, mereka harus memiliki kesibukan dan pekerjaan yang layak. Mentalitas yang rendah kadang juga menjadi penyebab menjamurnya mereka. Bebverapa kasus memperlihatkan bahwa profesi tersebut dan yang sejenis menjadi pilihan hidup. Dari rasa kasihan orang lain, akhirnya bisa membangun rumah mewah di kampung dan memiliki ternak atau sawah yang banyak.

Maka nikmatilah panasnya Jakarta di Metromini, angkot ataupun Kopaja. Berdermalah dengan ikhlash jika ada uang receh dan percayalah bahwa uang itulah nanti yang akan menolong kita di hari akhirat.

Jakarta 23/10/2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun