Mohon tunggu...
Giwangkara7
Giwangkara7 Mohon Tunggu... Dosen - Perjalanan menuju keabadian

Moderasi, sustainability provocateur, open mind,

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Satirisme Charlie Hebdo

20 Januari 2015   19:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:44 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Charlie Hebdo adalah majalah satire. tentu saja tidak akan disukai semua orang. Menurut media online terkemuka berbasis di Jakarta yang memiliki koran dan majalah offline, ia beraliran ultra kiri. Namanya ultra kiri, tentu saja ia mengkritisi semua-semuanya. Tapi konon ketika mengkritik Yahudi, ada yang dipecat. Kasus tahun 2009. Jadi tidak sebebas-bebasnya juga.Ia menyatakan anti agama, anti rasis dan ultra kiri. Menurut wikipedia.

Bangsa kita tentu saja tidak sebebas itu. Kita punya agama yang kuat sebagai landasan berbangsa bernegara dan bergaul sesama manusia. Walaupun kita juga diberondong oleh budaya-budaya asing dari India, Korea, Cina, Jepang, Eropah, Arab, dan lain-lainnya yang ingin mengikis budaya asli bangsa yang berlandaskan agama. Bahkan Eropa dan Amerika juga inti budayanya adalah kekristenan dan keyahudian. Tidak bebas sama sekali. Lihat saja ketika para pemuka negara disumpah, dengan memegang kitab suci agamanya masing-masing.

Majalah Playboy edisi Indonesia saja memperoleh penolakan. Apalagi satir dari orang yang jelas-jelas menyatakan anti agama. Memang agama dan budaya membawa keberagaman penafsiran dari para penganut dan pembawa budayanya. Kepentingan umum tentu lebih diutamakan dari kepentingan individu. Dengan catatan tidak ada dominasi mayoritas dan juga tirani minoritas. Permasalahannya tidak sehitamputih di atas kertas. Permasalahan sosial merupakan kumulasi dari berbagai aspek yang saling menunjang dan berkaitan. Bahkan kadang-kadang masalah perut lah menjadi sebab utama terjadinya chaos sosial.

Dengan adanya koneksi global, maka apa yang dilakukan di dunia lain akan segera diketahui di belahan dunia lainnya secara cepat. Kita umat Islam pantas marah. Karena ssesuatu yang sakral menjadi guyonan si anti agama. Tetapi kemarahan tersebut harus disalurkan ke jalan yang benar. Jangan sembarangan marah yang destruktif. Kemarahan tersebut kita salurkan dengan bersungguh-sungguh belajar agar memiliki kekuasaan. Kekuasaan tersebut bisa digunakan untuk promosi dan publikasi Islam yang benar. The true Islam yang bukan melulu berkedok kebebasan tapi munafik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun