Dana pendidikan di Indonesia yang mencapai 20% dari APBN yang dicanangkan pemerintahan sebelumnya sudah di implementasikan beberapa tahun ini. Dana pendidikan yang meningkat cukup besar ini seharusnya menjadi fokus dari penggiat anti korupsi untuk mengawasinya.
Yang menurut saya tidak sejalan dengan akal sehat adalah dengan dana yang meningkat dari pemerintah di bidang pendidikan mengapa justru pendidikan menjadi semakin diarahkan kepada swastanisasi dan menjadi komoditas.
Pendidikan seharusnya menjadi sebuah sarana transformasi untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di Indonesia. Di masa lalu sangat banyak anak-anak nelayan dan petani mapun anak-anak pegawai negri rendahan yang mampu bersekolah di perguruan tinggi negri karena berbiaya murah dan karena anak-anak itu juga cerdas. Keluarga-keluarga dari masyarakat berpenghasilan rendah mampu bertransformasi menjadi berpenghasilan tinggi ketika anak-anak mereka berhasil lulus dan bekerja di perusahaan-perusahaan besar.
Sayangkan kondisi ini tidak terjadi saat ini. Sekolah di perguruan tinggi telah menjdi mahal sehingga tidak mudah di jangkau anak-anak dari masyarakat berpenghasilan rendah. Mudah-mudahan upaya dari segelintir orang yang memobilisi dana untuk membantu anak-anak cerdas dari keluarga tidak mampu terus berjalan secara konsisten dan mendapat dukungan dengan baik dari berbagai pihak.
Transformasi taraf hidup yang relewan pada saat ini adalah upaya mempopulerkan semangat wirasausaha sejak pendidikan dasar. Anak-anak sejak dini juga diajarkan bahwa membangun usaha sendiri adalah juga bagian dari mimpi-mimpi anak di masa depan. Bukan sekedar menjadi dokter, insinyur, hakim , tentara arau pekerja kantoran.
Semoga paradoks dana pendidikan di Indonesia segera berakhir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H