1. Awalnya tidak memiliki nama "Sumpah Pemuda"
Sumpah Pemuda kini dikenal sebagai tonggak sejarah pergerakan kemerdekaan. Namun pada saat kongres berlangsung, rumusan yang ditulis oleh Mohammad Yamin itu tidak disebut sebagai Sumpah Pemuda.
Meski telah dibacakan pada kongres, rumusan ikrar itu tidak memiliki judul tertentu. Istilah Sumpah Pemuda baru muncul setelah kongres berlangsung beberapa hari. Akan tetapi, peringatan Sumpah Pemuda tetap didasarkan pada tanggal pembacaan ikrar, yakni 28 Oktober.
2. Pembukaan acara di Gereja
Kongres Pemuda II berjalan dalam 3 putaran. Pembukaan berlangsung di Khatolieke Jongenlingen-Bond, Kompleks Katedral Jakarta, Sabtu, 27 Oktober 1928, mulai pukul 21.30. Gereja dipilih karena memiliki aula dengan banyak bangku untuk menampung ratusan peserta.
3. Sudah dipersiapkan 2 Tahun sebelumya
Isi sumpah pemuda sebenarnya sudah mulai dirumuskan pada saat resolusi Kongres Pemuda I pada tanggal 2 Mei 1926 yang berbunyi :
Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah darah satu, tanah Indonesia.Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.Kami Putra dan Putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Melayu.
Dari tiga klausul tersebut hanya poin yang menyebutkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan yang menjadi kontroversi.
4. Menggunting Topi Eropa Seperti Peci
Peci, yang diperkenalkan oleh Bung Karno sebagai identitas pergerakan nasional, banyak dipakai oleh peserta Kongres. Ini juga menandai awal penggunaan peci sebagai identitas pergerakan di forum resmi yang bersifat luas. Namun, karena saat itu peci masih langka di Hindia-Belanda, maka sebagian peserta kongres menggunting pinggiran topi Eropanya sehingga menyerupai peci
5. Bahasa Belanda Mendominasi
Pada saat kongres berlangsung, rupanya bahasa Belanda masih mendominasi pembicaraan. Sebagian pembicara dalam Kongres Pemuda II menggunakan bahasa Belanda, misalnya Siti Soendari yang turut menyampaikan pidatonya dalam kongres itu.
Tak hanya pembicara, notulen rapat dalam kongres pun ditulis menggunakan bahasa Belanda. Meski begitu ada juga yang mahir berbahasa Melayu yang kelak menjadi bahasa Indonesia, yakni Mohammad Yamin. Ia bertugas sebagai Sekretaris Sidang dan menerjemahkan pidato serta kesepakatan sidang ke dalam bahasa Melayu.
6. Lagu Indonesia Raya Pertama Kali Diperdengarkan Meski Tanpa Syair**
Kongres Pemuda juga dihadiri oleh Wage Roedolf Soepratman, pencipta lagu Indonesia Raya yang semula berjudul 'Indonesia" Pada saat itu ia telah menciptakan lagu tersebut dan membawakannya dalam kongres.
Sayangnya kongres itu dijaga ketat oleh kepolisian Belanda sehingga menimbulkan kekhawatiran jika kata Indonesia dan Merdeka dalam syair lagu maka kongres bisa jadi dibubarkan. Alhasil WR Supratman hanya membawakan lagu Indonesia Raya ciptaannya dengan irama biola saja. Kesempatan ini turut menandai kali pertama lagu Indonesia Raya dibawakan oleh penciptanya.
7. Hanya 6 Perempuan yang Ikut Kongres
Peran perempuan dalam Kongres Pemuda II tidak begitu menonjol. Begitu pula dengan jumlah peserta pemudi yang hadir dalam kongres yang melahirkan Sumpah Pemuda tersebut.
Berdasarkan buku resmi Panduan Museum Sumpah Pemuda, peserta kongres yang tercatat hanya ada 82 orang. Padahal sejatinya ada 700-an peserta yang hadir di gedung yang digunakan untuk melangsungkan kongres. Peserta perempuan sendiri hanya ada enam orang, yaitu Dien Pantow, Emma Poeradiredjo, Jo Tumbuan, Nona Tumbel, Poernamawoelan, dan Siti Soendari.
Dari keenam peserta perempuan tersebut, hanya tiga peserta yang turut menyampaikan pidatonya dalam kongres, yakni Mardanas Safwan, Emma Poeradiredjo dan Siti Soendari.
8. Naskah Sumpah Pemuda Ditulis oleh satu Orang
Mohammad Yamin yang menjadi Sekretaris dalam kongres turut mengikuti rapat marathon yang digelar 27-28 Oktober 1928. Ia juga berdiskusi bersama utusan lain dari berbagai daerah. Berdasarkan diskusi dalam rapat tersebut, tercetuslah Ikrar Pemuda.
Yamin sendiri bertugas untuk meramu rumusan dari hasil diskusi. Hebatnya, tak butuh waktu lama bagi Yamin merumuskan Ikrar Pemuda yang kemudian ia serahkan kepada kepala Kongres, Soegondo Djojopoespito.
Soegondo kemudian membaca rumusan Yamin dan memandang ke arahnya. Yamin tersenyum dan dengan spontan Soegondo membubuhkan parafnya. Seterusnya rumusan Yamin disetujui oleh seluruh utusan organisasi pemuda.
Rumusan yang menjadi Ikrar/Sumpah pemuda selanjutnya dibacakan oleh Soegondo dan dipaparkan oleh Yamin yang kemudian disahkan sebagai Sumpah Pemuda.
9. Tidak boleh ada kata Merdeka
Kongres Pemuda II dijaga ketat oleh kepolisian Belanda. Saat kongres berlangsung, para peserta tidak diizinkan menyuarakan kata merdeka. Kata tersebut pada saat itu memang merupakan kata 'terlarang'. Untungnya, meski peserta yang hadir merupakan dara muda, mereka masih bisa mengkondisikan diri.
Cerdiknya mereka juga mampu merumuskan Ikrar atau Sumpah Pemuda yang menjadi pergerakan kemerdekaan meski tanpa penggunaan kata merdeka. Larangan kata meredeka pada saat itu juga turut menjadi alasan lagu Indonesia Raya yang didendangkan oleh WR Supratman, hanya dibawakan dengan iringan biola tanpa menyertakan syair.
10. Rumah tempat kongres jadi Museum Sumpah Pemuda
Kongres Pemuda dilangsungkan di sebuah rumah di jalan Kramat Raya nomor 106, Jakarta Pusat. Gedung ini merupakan pemondokan untuk pelajardan mahasiswa waktu itu. Berkat Kongres itu, pada 1972, rumah itu ditetapkan sebagai cagar budaya dan dijadikan sebagai Museum Sumpah Pemuda.
Hingga saat ini, museum tersebut bisa dikunjungi untuk mempelajari berbagai hal terkait sejarah kemerdekaan Indonesia serta sejarah Sumpah Pemuda khususnya.
*Dari berbagai sumber** Beberapa catatan lain menyatakan syair lagu "Indonesia" sesungguhnya digubah oleh Muhammad Yamin. Menurut A.A. Navis dalam buku Otobiografi A.A. Navis : Satiris dan Suara Kritis dari Daerah. "Komposisi nadanya disusun W.R. Soepratman dan kata-katanya oleh Muhammad Yamin. Informasi tersebut didapatkan dari Mohammad Nazif dan Anwar Sutan Saidi. Nazif adalah peserta kongres Pemuda II, sedangkan Anwar merupakan pendiri penerbit Nusantara, yang kerap menerbitkan buku Yamin.
Menurut Restu Gunawan, penulis buku Muhammad Yamin dan Cita-cita Persatuan, Jejak Yamin dalam syair Indonesia juga dapat dilihat pada frasa " tanah air" dan "tumpah darah". Pada tahun 1920, Yamin telah menulis puisi berjudul "Tanah air" dan "Indonesia Tumpah Darahku" pada 28 Oktober 1928. Menurut Restu kalau dianalisis dari sudut pandang tersebut lirik lagunya mengikuti pola pikir Yamin. Sehingga dugaan lirik lagu "Indonesia Raya" diciptakan oleh Yamin ada benarnya juga.
Sejarawan senior Taufik Abdullah mengaku pernah dikirimi potongan artikel yang menyebutkan Yamin menghibahkan syair "Indonesia Raya" kepada W.R. Soepratman sebelum Kongres Pemuda II dimulai, sehingga Yamin tidak pernah mempersoalkan hak cipta.
Penulis : Aulia Khairunnisa Nim 220205224 Prodi Farmasi Kelas F
Dosen Pengampu : Ilham Hudi S.Pd, M.Pd
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H