ASSYIFA MAULINA RAHMAH/191241123
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh 4 jenis virus dengue berbeda yang ditularkan melalui gigitan nyamuk betina Aedes aegypti. Seekor nyamuk yang membawa 1 jenis virus dapat terus menginfeksi orang lain sampai ia mati. Penyakit ini tersebar dan menghantui negara di berbagai belahan dunia. World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara (WHO, 2017). Jumlah penduduk dapat mempengaruhi kejadian demam berdarah, bahkan Intensitas Rate (IR)Â dihitung berdasarkan kejadian demam berdarah dan jumlah penduduk. Penyakit DBD mempunyai perjalanan yang cepat dan sering fatal, karena masih banyak pasien yang meninggal akibat penanganan yang lambat (Widoyono, 2008).
Setiap tahun diperkirakan terdapat sekitar 50-100 juta kasus DBD diseluruh dunia, dan sebanyak 500.000 diantaranya memerlukan perawatan di rumah sakit. Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun 1968, akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Pada tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia kecuali Timor-Timur telah terjangkit penyakit DBD. Nyamuk Aedes aegypti biasanya hidup pada daerah tropis di genangan air bersih seperti bekas tampungan air hujan pada kontainer - kontainer bekas, atau pada bak mandi yang jarang dikuras. Hal tersebut menimbulkan berkembangbiaknya jentik nyamuk Aedes Aegypti pada lingkungan rumah (Azhari et al., 2017).
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah bersama masyarakat untuk menanggulangi penyakit ini, namun belum banyak membuahkan hasil. DBD diperkirakan akan masih cenderung meningkat dan meluas sebarannya. Upaya pengendalian yang penting melalui pengendalian, penular dan upaya membatasi kematian karena DBD. Sampai saat ini, belum ada obat atau vaksin yang spesifik, tetapi bila pasien ditangani lebih awal umumnya kasus dapat diselamatkan. Pengobatan ditujukan untuk mengatasi akibat perdarahan atau syok dan untuk meningkatkan daya tahan tubuh penderita serta terapi simtomatis untuk mengurangi gejala dan keluhan penderita (Soedarto, 2007). Penyakit DBD ditandai dengan demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terusmenerus selama 2-7 hari, manifestasi pendarahan, termasuk uji tourniquet positif, trombositopeni (jumlah trombosit ≤ 100.000/µL), hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit ≥ 20%), dan disertai dengan perbesaran hati (Kementerian Kesehatan, 2017).
Peran tenaga medis dan tenaga kesehatan masyarakat menjadi pusat utama untuk menanggulangi DBD. Untuk memberikan pelayanan yang optimal, berbagai rumah sakit maupun pelayan kesehatan lainnya dituntut untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan dan pemberian keputusan yang cepat serta tepat. Tenaga kesehatan masyarakat turun langsung ke lokasi kasus DBD untuk meninjau mengapa dan bagaimana kasus DBD dapat melonjak di daerah tersebut. Â Tenaga kesehatan masyarakat juga melakukan penelitian tentang epidemiologi penyakit DBD dengan pemerikasaan jentik nyamuk untuk berperan aktif dalam menghimbau dan memberi edukasi tentang bahaya penyakit DBD. Meski begitu, menurut Proyoto (2011), peran masyarakat juga berpengaruh besar karena perilaku masyarakat dapat memberikan daya dukung lingkungan bagi perkembangan nyamuk.
KATA KUNCI : Kasus, Masyarakat, Nyamuk, Penyakit, Peran
`
DAFTAR PUSTAKA
Â