Jepang dan Taiwan adalah dua negara Asia Timur yang dalam hal teknologi sangat mumpuni. Hebatnya lagi, kedua negara ini mumpuni juga dalam hal membangun masyarakat dan membangun negaranya. Sustainable development atau pembangunan berkelanjutan bukanlah sekedar wacana bagi kedua negara ini, terutama Jepang sudah menerapkan pola pembangunan berlanjut hingga sekarang. Bahkan, sekarang keduanya fokus dalam program pembangunan lebih lanjut menuju "Platinum Society".
Hari Minggu 22 Oktober 2017 lalu penulis berkesempatan ikut serta dalam International Symposium on Sustanability Science di Academia Sinica, Taipei, Taiwan. Event ini memaparkan strategi-strategi negara peserta dalam menghadapi pertumbuhan penduduk beserta dampak-dampaknya. Perbedaan latar belakang demografis, teknologi, dan kondisi terkini tiap negara memberikan wawasan yang menarik bagi para hadirin tentang bagaimana sih membentuk masyarakat yang berkelanjutan itu. Acara dibuka oleh Presiden Taiwan, Tsai Ing-Wen, secara langsung dan ditutup oleh Wakil Presiden Taiwan, Chen Chien-jen.
Penulis akan berfokus pada salah satu sesi acara, yaitu panel diskusi antara Jepang dan Taiwan dalam memaparkan rencananya masing-masing untuk membentuk Platinum Societyversi tiap negara. Sedikit informasi, platinum societyadalah bentuk lebih maju dari pembangunan berkelanjutan, dimana sumber daya alam terkelola secara berkelanjutan disertai dengan sumber daya manusia yang maju dan produktif. Mungkin tidak beda jauh dengan jargon bekendi Indonesia yang sering kita dengar, "maju kotanya, bahagia warganya".
Mari kita mulai dari Taiwan. Taiwan (nama resmi: Republic of China) adalah negara kecil sebesar Jawa Barat yang maju di bidang perindustrian terutama dalam produksi semi-konduktor. Sebagai negara industri, kebutuhannya akan energi sangat besar terutama yang berbasis energi fosil. Dalam prinsip pembangunan berkelanjutan, hal ini tidaklah baik.Â
Saat ini Taiwan memiliki salah satu ladang pembangkit listrik tenaga angin terbaik di dunia, di Changhua (kota yang ada di film You are the Apple of My Eye). Dengan mengembangkan fasilitas ini pemerintah menargetkan pada tahun 2025 sumber energi nasional 20% berasal dari sumber energi terbarukan. Bersamaan dengan itu, Taipower mengembangkan teknologi Carbon Capture and Storage(CCS) yang akan mendaur ulang emisi karbon menjadi coalbaru, yang menghasilkan gas alam. Pemerintah Taiwan optimis pada 2050 negara akan bebas dari sumber energi batubara.
Bagaimana dengan Jepang? Jepang bisa dibilang lebih ekstrim lagi karena akan mengganti bahan bakar fosil  saat ini dengan hidrogen. Meskipun mengakui bahwa teknologi ini sangat mahal, melalui riset, riset, dan riset kedepannya akan membuatnya jadi murah. Jepang juga memiliki sistem perekonomian sirkuler yang mendaur ulang seluruh sampah yang dihasilkannya menjadi bahan mentah industri lagi (tidak ada yang namanya TPA di Jepang).Â
Negara ini memiliki pandangan yang unik. Dalam membangun prekonomian, "we do not talk about GDP or economy, we talk about material mass balance". Pandangan ini membuat Jepang menargetkan 2050 akan menjadi self sufficientdalam hal sumber daya alam, dan lepas dari ketergantungan energi fosil.
Banyak poin-poin yang menjadi pelajaran baru bagi penulis. Majunya sebuah negara memang harus disokong oleh sumber daya manusia yang mumpuni. Jepang awalnya juga berpikir bahwa fokus mengejar peningkatan GDP, akan meningkatkan kualitas hidup warga pada akhirnya. Namun setelah mengubah fokus meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan keberlanjutan energi dan material, GDP Jepang otomatis terangkat.
Penting bagi kita (khususnya penulis sendiri) sebagai Warga Negara Indonesia untuk bekerja sama untuk membangun diri sendiri, lalu membangun sesama kita. Kekayaan alam yang melimpah ruah ini tidak akan sia-sia jika warganya bekerja keras dan mengambil manfaatnya secara bijak.Â
Bukan Jepang yang terbaik, bukan Taiwan yang terbaik. Namun dari keduanya kita bisa belajar untuk menentukan Timeline Indonesia menuju 2050. Akankah kita (khususnya) para pemuda bersumpah untuk nusa dan bangsa? Jaya terus Indonesia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H