Mohon tunggu...
Deng Tawang Jr
Deng Tawang Jr Mohon Tunggu... profesional -

membaca, merenung, dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mimpi akan Bis Kota yang Nyaman

5 Januari 2014   09:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:08 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semalaman menyusuri Kota Makassar dalam rinai hujan. Awal tahun 2014, sampai akhir pekan ini, suasana libur masih terasa. Di jalan masih lengang, dan di mall-mall, yang terlihat agak ramai dari biasanya. Utamanya di tempat konkow-konkow: kedai kopi dan warung makan. Di Pantai Losari, yang kini dilengkapi dengan Anjungan Toraja dan Mandar. Menggenapi empat suku besar di jazirah selatan Sulawesi. Tidak jauh dari anjungan ini, saya melihat ada halte bis yang dibangun. Dilihat dari kemiripannya, halte bis ini seperti halte busway yang kerap kita lihat di Jakarta. Melanjutkan pengamatan saya dari satu pekan terakhir, nampaknya ini adalah kelanjutan dari lajur-lajur bis yang sudah dibuat di beberapa jalan di kota ini. Memang benar, Februari 2014, akan dibuat ujicoba bis kota. Saya tidak berani mengatakan busway, karena lajur bis yang dibuat pemda kota tidak setegas busway-nya Pak Jokowi. Pak Ilhaw walikota Makassar hanya membuat garis-garis meras dan kata -kata BUS KOTA pada beberapa persimpangan jalan. Bis kota adalah oase yang dirindukan pada kegersangan kesemrawutan lalu lintas di Makassar saat-saat ini. Lalu lintas sudah berjalan dengan adatnya sendiri, bukan dengan aturan baku berlalu lintas. Jangan bilang tentang etika lalu lintas, aturan dasar di jalan raya saja tidak lagi ditaati. Dalam diskusi maya beberapa hari lalu, warga kota masih banyak yang masih pesimis akan rencana bis kota ini. Akankah menjadi alternatif transportasi yang nyaman dan handal? Apalagi ditengarai, sistem bis kota ala damri akan masih dipakai (walaupun di-make up dikit dengan kata busway). Bis yang seingat saya sempat menjadi idaman warga, namun karena tidak dirawat, akhirnya kusam, sering ngadat di jalan, berhenti bukan di haltenya, dan jauh dari on-time pada jadwal. Kini tranportasi umum hanya mengandalkan pete-pete, sejenis angkot dengan jumlah penumpah hingga sepuluh orang. Nasibnya kini hampir sama. Tidak nyaman, kadang kurang aman karena sering dicopet atau malah dipalak orang, dan jangan berharap bisa pelayanannya tepat waktu. Apalagi di jaman macet sekarang ini. Akhirnya, cerita transportasi umum berujung pada migrasinya orang menggunakan motor roda dua. Jenis kendaraan yang jumlahnya menyemut jika berpapasan di perempatan jalan. Yang kadang, jika macet, berani melawan arus, atau kadang menyalip truk besar dengan keberanian seakan nyawanya disiapkan Tuhan lebih dari satu nyawa. Yang punya mobil juga mirip kelakuannya. Parkir sembarangan, dan dipersimpangan kadang tidak mau mengalah untuk bersabar mengantri kemacetan. Mungkin berkendaraan di kota ini, setiap hari kita akan mengeluarkan sumpah serapah jika tidak bersabar. Dalam pesimisme warga, yang merupakan hal lumrah ketika politisi banyak membual, tentunya optimisme harus tetap ada. Paling tidak mimpi akan tranportasi umum yang nyaman dan handal bisa sedikit terkuak menjadi kenyataan. Dalam kota-kota yang kira-kira kelasnya sekelas Makassar, ada tiga kota yang pernah saya tinggal cukup lama. Adelaide di Australia, selama dua tahun. Fukuoka jepang selama 3 tahun dan Edmonton Kanada selama tiga bulan. Nah saya ingin berbagi sedikit tentang transportasi umum yang sempat saya nikmati di tiga kota ini. Harapannya bisa berbagi mimpi kira-kira bis kota yang baik dan benar itu bagaimana. Adelaide memiliki penduduk 1,2 juta jiwa. Dalam pengamatan saya, kota ini memiliki tata ruang terbaik dibandingkan Fukuoka. Mirip dengan Edmonton, tapi lebih rapi, bersih dan lebih hidup suasananya . Pusat kota atau downtown tidaklah besar. Jika berjalan kaki, mungkin satu jam saja kita sudah mengelilingi pusat kota. DI sekeliling pusat kota terdapat taman dan lapangan-lapangan. Setelah itu, menyebarlah suburb atau kecamatan-kecamatan dimana pusat sub-urb memiliki fasilitas yang standar seperti mall, klinik, tempat olahraga, sekolah, restaurant, dsb. Jadi warga tidak perlu jauh berkomuter ke pusat kota jika hanya ingin menikmati fasilitas tersebut. Jalur bis disiapkan pemerintah kota walaupun yang menanganinya semacam perusahaan swasta. Namun hanya ada 2 perusahaan swasta yang ditunjuk. Memang kesannya ada monopoli tapi ini demi pengaturan agar pelayanannya bisa standar.  Jalur-jalur bis menghubungkan pusat kota dengan pusat kecamatan.  Dan jalur ini hampir semuanya melintasi jalan-jalan hingga pemukiman sekelas kelurahan. Saya menggunakan bis kota tidak sering, karena untuk kebutuhan sehari-hari seperti berbelanja, atau makan di restaurant cukup berjalan kaki lima menit ke shopping centre. Paling naik bis jika hanya ke kampus atau ke pusat kota untuk jalan-jalan akhir pekan.

13888902702019925785
13888902702019925785
Bis yang nyaman, walaupun kadang sesak dan berdempet-dempetan pada peak hour jam enam sampai tujuh pagi dan pulang kerja dari jam lima sampai enam sore.  Selebihnya nyaman sekali. Bisa membawa kereta bayi di dalamnya atau bagi yang gunakan kursi roda. Untuk membaca di atas bis sangat memungkinkan. Apalagi kebiasaan di negara maju, membaca adalah habbit, bukan lagi hobi. Bahkan, terkadang dosen pembimbing membaca skripsi mahasiswa ketika berada di atas bis menuju kampus. Dari sisi kehandalan, tentunya sudah terjadwal baik. Rute dan jadwal bis dibuat dalam booklet atau bisa diakses di website. Jika malas membuka internet, ada jadwal di halte bis, tinggal difoto pakai mobilphone. Menunggu bis ketika hari kerja paling lama 10 menit. Namun jika musim liburan atau akhir pekan, bisa jadi harus menunggu setengah sampai satu jam. Makanya warga kota akan menggunakan kendaraan hanya pada hari libur dan akhir pekan. Menunggu bis ketika musim panas dan musim dingin cukup menyita kesabaran.
1388890303897291788
1388890303897291788
Saya pribadi mengandalkan bis kota. Ke kampus, ada empat bis dengan nomor rute berbeda. Karena tinggal di anzac highway, kawasan Taman Kurralta, maka alternatif bis sangat banyak. Yang saya ingat, ada 248, 242, M44. Turun setelah perempatan/underpass anzac highway dan south cross, jalan kaki semenit bisa sampai di apartement. Jika mau jalan sedikit, kira-kira 10 menit, ada Trem kota, jalur dari Pantai Glenegel ke pusat kota. Ini pun nyaman sekali.  Kadang, saya bersepeda ke kampus karena jaraknya menyita waktu hanya 20 menit. Sesekali kami berpesiar ke luar atau ke pinggiran kota. Itupun tetap mengandalkan trem dan bis kota. Makanya, jadwal bis adalah kitab suci yg harus dipegang erat-erat. Karena salah sedikit membaca jadwal, maka kita tidak akan bisa menangkap bis. Istilah di sini, Catch a bus... bukan wait for bus..., menangkap bis bukan menunggu bis. Ke kebun binatang, taman pegunungan, kampung Jerman handhorf, semua pakai bis, dan semuanya pertama kali pergi. Tidak ada ketakutan atau was-was, karena sangat aman dan driver tidak ngawur. Kiranya, bermimpi akan bis kota di Adelaide, maka saya masih optimis bahwa suatu saat transportasi umum bisa menjadi andalan warga kota di Makassar. Mungkin banyak faktor yang mempengaruhi apalagi dengan kultur yang berbeda. Tapi untuk menuju perubahan, tidak ada yang tidak mungkin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun