Mohon tunggu...
Aksara Alderaan
Aksara Alderaan Mohon Tunggu... Editor - Editor

Aksara Alderaan, seorang penulis fiksi yang sudah menulis beberapa karya, baik solo maupun antologi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Journalism Zone - Series 2

19 Juli 2024   11:12 Diperbarui: 19 Juli 2024   11:39 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertemuan yang kutunggu belum datang juga, sudah sebulan lamanya aku menantikan itu. Maudy yang sedang bertugas di Bandung membuat kami tidak dapat bertemu dahulu. Namun, pertemuan virtual sering kami lakukan sebelum pergi tidur. Topik pembicaraan kami meluas ke minatnya pada tulisan fiksi, yang katanya sudah menulis puluhan cerita pendek, namun belum ada satu pun yang dikirimnya ke penerbit.

Selain itu, biasanya kami juga saling bertukar pendapat mengenai kejadian yang sedang terjadi untuk mendapatkan tulisan yang independen---sesuai kode etik jurnalistik. Kusadari bahwa seringnya kami berkomunikasi membuat perasaanku kepadanya terus bertumbuh. Aku jatuh cinta dengannya. Padahal, selama bertahun-tahun sulit untuk menjatuhkan hati pada wanita lain.

Sepulangnya Maudy dari Bandung, aku langsung mengajaknya bertemu. Kali ini, aku yang menentukan tempat. Meski awalnya sulit untuk berdiskusi perihal waktu karena kesibukan kami di dunia jurnalis, namun hal tersebut terus kuupayakan agar terwujud.

Satu minggu kemudian, pertemuan itu disepakati. Seusai meliputi di daerah Sudirman, aku menganjak Maudy bertemu di daerah Jakarta Utara menggunakan KRL untuk bisa sampai ke tempat yang disepakati. Jakarta International Stadium, sebuah stadion megah internasional yang dibangun oleh Anies Baswedan, saat masih menjabat sebagai Wali Kota DKI Jakarta.

"Ini ada oleh-oleh untukmu," ujar Maudy memberikan sesuatu yang dibelinya dari Bandung untukku.

"Apa ini?" tanyaku.

"Hanya gantungan kunci saja, Gun."

Aku baru sadar bahwa mata Maudy memerah seperti habis menangis. "Matamu merah? Habis nangis, ya?"

"Hah?" Ia mengucek matanya. "Tidak. Ini tadi kelilipan waktu jalan ke sini."

"Kamu tidak sedang berbohong, 'kan? Kalau ada yang ingin diceritakan, saya siap menjadi pendengar."

Maudy menghela napas. "Jadi, sewaktu di Bandung, aku ketemu sama pria yang kusukai. Dia temanku waktu SMA, sekarang sudah kerja di sebuah perusahaan otomotif di Bandung."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun