Mohon tunggu...
Arif R.A Kurniawan
Arif R.A Kurniawan Mohon Tunggu... -

Jaka tingkirnya Jawatimur Mahasiwa Ilmu Komunikasi UIN Sunan kalijaga.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sekolah Gender untuk Indonesia

5 Januari 2013   12:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:29 991
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1357388209303658004

Langit mendung menghiasi bumi sore Yogyakarta, gemerijik hujan gerimis mengiringi mentari yang beranjak pergi dari tatapan muka siang bertanda malam akan segera tiba, suara hiruk pikuk perempuan menggema disalah satu penjuru Yogyakarta. Ya, disana sedang berkumpul perempuan perempuan yang tergabung dalam Komunitas aisyah. Komunitas aisyah merupakan komunitas keperempuanan yang kemudian menjadi BSOR (badan semi otonom rayon) humaniora park Pergerakan mahasiswa Islam Indonesia (PMII) fakultas ilmu sosial dan humaniora UIN sunan kalijaga Yogyakarta, komunitas aisyah untuk kesekian kalinya mengadakan kegiatan yang bertajuk perempuan, setelah bersama-sama dengan komunitas serupa melakukan pentas tari PANCALI di taman budaya Yogyakarta beberapa minggu lalu, kini komunitas aisyah mengadakan kegiatan sekolah gender dengan tema “memaksimalkan kesadaran organisasi tanpa bias gender”.

kegiatan ini diikuti oleh kader kader Pergerakan mahasiswa islam Indonesia rayon Humaniora park serta utusan dari komunitas perempuan dari berbagai rayon yang ada di Komisariat UIN Sunan kalijaga Yogyakarta. Acara ini dijadwalkan berlangsung selama 2 hari, yakni dari tanggal 5-6 januari 2013. Lokasi yang dipilih pun cukup representatif, tepatnya di joglo abangtirtoadi mlati sleman Yogyakarta. Selain pengurus dan kader PMII kegiatan ini juga dihadiri oleh Dewan pertimbangan PMII Humaniora park yakni Drs. M Sodiq S.Sos., M.Si yang juga menjadi narasumber di sekolah gender ini. Beliau yang juga seorang Dosen difakultas syariah dan hukum kali ini membawakan materi feminisme, dalam paparanya beliau menjelaskan bahwa feminisme merupakan serangkaian kesadaran dan aksi untuk keluar dari dominasi, maka istilah feminisme tidak melulu soal perempuan bahkan laki laki yang terdominasi dan terdriskimanasi bisa melakukan sebuah gerakan feminisme, lebih lanjut beliau mengatakan bahwa nabi merupakan feminis.

Selain itu beliau juga menjelaskan tentang bentuk bentuk feminisme seperti yang masih dalam lingkup teori fusngsionalis dan kritis. Dalam tatarn fungsionalis beliau mengambil contoh feminismeliberal, menurutnya feminisme liberal tak pernah memberikan kritik terhadap kapitalis tapi lebih fokus terhadap ketimpangan ketimpangan yang terjadi karena lebih mengutamakn rasionalitas, feminisme ini lebih menekankan pada partisipasi perempuan dalam ranah public, peningkatan pendidikan dll, akan tetapi mereka tak sadar kelas, sehingga sering dimanfaatkan oleh corong kapitalis. Sedangkan dalam teori kritis ia mengambil contoh marxisme, yang berasumsi bahwa perempuan tak bisa ditingkatkan, karena kalau ditingkatkan maka tidak menutup kemungkinan bahwa perempuana juga akan menindas kelas buruh yang ada dibawahnya, oleh karenanya perempuan juga harus sadar kelas. Selain itu beliau juga memaparkan secara singkat tentang feminisme radikal yang lebih mengaggap laki laki itu sebagai pendindas sejak dalam bentuknya oleh karenanya mereka yang beraliran feminisme radikal merasa ogah untuk berhubungan atau menikah dengan laki laki karena mereka ialah penindas, hal ini menyebapkan munculnya proses lesbianism, menurutnya aliran ini sudah menyalahi kodrat.

Dari berbagai aliran feminisme diatas belum ada yang menyentuh aspek kosmologis, yang berasumsi bahwa manusia itu tak hidup sendiri (makokosmos), masih ada lingkup yang lebih luas seperti aspek spiritualitas yang belum dijamah, oleh karenanya muncullah aliran ekofeminisme yang lebih menyentuh aspek spiritualitas. Adapula aliran feminisme pestkolonial yakni feminisme yang berangkat dari keadaan lingkungan masing maisng daerah, mengingat tidak semua feminisme yang berkembang di barat keadaan lingkunganya sesuai dengan yang ada di Indonesia. Diakhir beliau juga sempat membahas tentang pendidikan di Indonesia yang dinilainya sebagai pendidikan penindasan, kekerasan yang ada didalamnya berupa kekerasan symbolic yang dibenarkan. Salah satu faktor kegagalan proses pendidikan yakni pendidikan diindonesia masih dalam tatarn monolog belum lagi monolog, beliau mencontohkan tatakala seoarang anaknya ditanya oleh guru tentang bagaimana cahaya matahari masuk ke rumah, anak itu menjawabnya melalui lobang, tapi itu disalahkan oleh gurunya karena jawaban yang tetulis yakni lewat pintu dan candela, belia menyatakan bahwa apa yang disampaiakan ankanya itu bukan merupakan kesalahan karena itu berangkat dari sebuah pengalaman anaknya, mengingat rumah tempat tinggalnya tidak menghadap ketimur, dan cahaya yang masuk banyak melalui lubang lubang. Pendidikan harus dirubah dari monolog ke dialog. Meski itu sulit dan membutuhkan waktu yang lama tapi hal itu harus digagas mulai dari sekarang (asq).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun