Apa, sih, kriminologi forensik itu?
Sebagian besar dari teman-teman pasti sudah pernah mendengar istilah "forensik" dari serial televisi beraliran crime yang sudah beken, tetapi bagaimana dengan "kriminologi forensik"? Jadi, secara singkat, kriminologi forensik adalah sebuah multidisiplin yang dikembangkan dari berbagai penelitian terapan kriminologi yang bertujuan untuk membantu proses penegakan hukum. "Forensik" mengacu pada penerapan pengetahuan yang diperoleh secara khusus untuk diskusi seputar hukum, sementara itu "kriminologi" mengacu pada studi yang mempelajari tentang kejahatan. Kriminologi forensik adalah sebuah ilmu perilaku dan forensik, yang ditandai dengan integrasi materi dari banyak sub-disiplin, yang termasuk psikologi forensik, toksikologi forensik, lingustik forensik, antropologi forensik, psikiatri forensik, dan masih banyak lagi (Kaushik et al., 2016).
Lalu, bagaimana dengan toksikologi forensik?
Nah, sub-disiplin dari kriminologi forensik yang menjadi tema utama dari artikel ini adalah toksikologi forensik! Toksikologi forensik sebagai bagian dari ilmu kimia digunakan untuk mendukung data ilmu forensik yang berlandaskan pada disiplin ilmu yang mempelajari kimia analitik, kimia klinis, dan farmakologi untuk membantu dalam penyelidikan medis maupun hukum atas kasus yang berkaitan dengan zat-zat terlarang. Toksikologi forensik tidak berorientasi pada hasil hukum dari penyelidikan toksikologi yang dilakukan, melainkan lebih berfokus pada perolehan dan interpretasi hasil. Interpretasi hasil ini harus didasarkan pada pertimbangan konteks penyelidikan oleh seorang ahli toksikologi forensik, terutama pada gejala fisik yang terekam dan bukti yang terkumpul di TKP, seperti botol pil, bubuk, sisa jejak, dan bahan kimia apapun yang tersedia. Keren, bukan?
Apa, sih, contoh penerapan dari toksikologi forensik?
Teman-teman penasaran, gak, tentang kasus kejahatan yang berkaitan dengan penerapan toksikologi forensik ini? Nah, artikel ini akan mengulas secara lebih jauh mengenai salah satu kasus yang dalam proses hukumnya menggunakan bantuan dari seorang ahli racun kimia. Kasus tersebut adalah sebuah kasus pembunuhan yang terjadi pada 2017 silam, yaitu kasus pembunuhan Kim Jong-nam akibat terekspos terhadap VX, sebuah senyawa kimia sintetis yang sangat beracun.Â
Pada 13 Februari 2017, Kim Jong-nam yang merupakan saudara tiri dari Kim Jong-un, diserang dengan exposure terhadap racun saraf VX di Bandara Internasional Kuala Lumpur, Malaysia. Menyusul kunjungannya ke pulau resor Langkawi, Kim Jong-nam telah tiba di terminal 2 sekitar pukul 09:00 untuk mengambil penerbangan AirAsia pukul 10:50 ke Makau. Sekitar pukul 09.00, dua perempuan menyerang Kim Jong-nam dengan agen saraf VX yang menyebabkan ia meninggal sekitar 15 sampai 20 menit kemudian. Para perempuan tersebut diidentifikasi sebagai Siti Aisyah, seorang warga negara Indonesia dan on Th Hng, seorang warga negara Vietnam. Selama proses hukum berjalan, keduanya didakwa atas pembunuhan Kim Jong-nam. Namun, pada akhirnya tuduhan dibatalkan karena terdapat bukti dalam bentuk rekaman CCTV yang menunjukkan bahwa mereka hanya menjadi "alat" dari pelaku aslinya. Meskipun begitu, Hng mengaku bersalah karena "secara sukarela menyebabkan luka dengan senjata atau cara berbahaya" dan menerima hukuman tiga tahun empat bulan.
Dalam penelusuran kasus, proses tersebut dibantu oleh seorang ahli kimia dari pemerintah Malaysia, yaitu Raja Subramaniam yang menemukan produk sampingan dari agen saraf VX di baju Siti tersebut. Ahli kimia tersebut mengatakan kepada pengadilan bahwa ia menemukan asam VX, yaitu produk sampingan dari senjata kimia terlarang di kaus Siti. Raja juga mengatakan bahwa VX akan menurun ketika bereaksi dengan air yang akan meninggalkan produk sampingan yang dapat dideteksi, dan seseorang dapat melakukan dekontaminasi tangan mereka dengan mencuci dan menggosoknya selama 15 menit.
Sesuai dengan definisi yang sudah dijelaskan sebelumnya, perhatian utama dari toksikologi forensik bukan mengacu pada hasil hukum dari penyelidikan toksikologi yang dilakukan, melainkan pada perolehan dan interpretasi hasil selama penyelidikan. Hal tersebut sesuai dengan contoh kasus yang dipaparkan di atas di mana peran ahli kimia lebih menekankan pada analisis toksikologi yang dilakukan terhadap bukti yang dikumpulkan di TKP. Ditunjukkan juga bahwa terlepas dari analisis tersebut, hasil hukum tetap membatalkan tuduhan atas pembunuhan kepada dua terdakwa. Toksikologi forensik berhasil mengungkapkan bahwa terdapat asam VX yang tertinggal di pakaian terdakwa, tetapi hasil dari proses hukum tetap mempertimbangkan alat bukti lainnya.
Referensi
Kaushik, M., Mahendru, S., Chaudhary, S., & Kukreti, S. (2016). Journal ofÂ
Forensic Biomechanics. development, 3, 4.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H