Mohon tunggu...
Aan Nugroho
Aan Nugroho Mohon Tunggu... -

seorang anak, kakak, teman, & sahabat yg baik; calon suami & ayah yg baik; calon pengusaha sukses; fans @skuadgaruda dan @LFC; sedang memantaskan diri.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Saya dan Fanatisme Sepakbola

29 Februari 2012   15:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:43 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepakbola merupakan olahraga paling populer di dunia yang digemari seluruh lapisan masyarakat. Mulai dari anak-anak sampai orang tua, para pejabat juga rakyat biasa, kaum pria maupun wanita, rakyat desa hingga kota, orang miskin sampai orang kaya, hampir semua menyukai olahraga yang dimainkan oleh 11 pemain dalam 1 tim ini. Pertandingan sepakbola liga profesional biasanya diadakan di akhir pekan dan di tayangkan di televisi-televisi nasional. Kenapa akhir pekan? Sebab pada saat itulah kaum pekerja sedang libur. Nah, pertandingan sepakbola diharapkan menjadi hiburan bagi mereka. Syukur-syukur mereka mau menonton langsung ke stadion, tentu inilah yang diharapkan oleh pengelola pertandingan. Tentu mereka ingin tiket pertandingan yang disediakan ludes diserbu penggemar sepakbola yang nonton langsung di stadion. Sehingga memberi keuntungan tersendiri bagi kas klub. Di Eropa sana, hasil penjualan tiket ikut menyumbang keuangan klub, di samping penjualan marchandise dan dana dari sponsor-sponsor tentunya. Pertandingan sepakbola juga tak jarang diadakan di tengah pekan. Tapi pertandingan yang berlangsung di hari kerja umumnya dihelat pada malam hari, dimana orang-orang sudah pulang dari tempatnya bekerja. Sehingga mereka, karyawan kantor pada umumnya, masih sempat menyaksikan pertandingan secara langsung, di stadion maupun di rumah. Saya sendiri juga penggemar sepakbola, meski belum pernah menyaksikan langsung di stadion. Saya lebih suka nonton bola di rumah melalui tayangan dari tivi-tivi swasta nasional. Saya merasa bersyukur banget, tayangan bola terutama di malam minggu saya rasakan sangat bermanfaat bagi jomblongenes single limited edition seperti saya. Tayangan bola membuat malam minggu saya serasa bukan malam minggu. Tayangan bola membuat saya merasa menjadi seorang yang bukan jomblo lagi. Apalagi kalau yang bertanding adalah kesebelasan favorit, tentu akan menjadi hal yang istimewa, sesuatu banget pokoknya. Nongkrong di depan tv, siapkan camilan dan kopi, sambil menyaksikan tim dan pemain favorit menggiring bola di atas lapangan hijau. Ya Allah, ternyata untuk mendapatkan kebahagian itu sederhana sekali.  *** Setiap orang yang gemar nonton bola pasti punya tim favorit, baik itu klub sepakbola Tanah Air maupun luar negri. Untuk tim dalam negeri saya suka adalah Persebaya Surabaya, yang ada Andik Vermansyah-nya. Ya, yang ada Andik-nya. Karena seperti yang kita tahu, saat ini Bajul Ijo terpecah jadi 2. Persebaya 1927 (yang ada Andik-nya) berlaga di Indonesian Premier League, liga resmi PSSI. Satunya lagi ikut divisi 1 yang digelar oleh PT. Liga Indonesia. Persebaya menjaadi korban dualisme kompetisi yang ada di Tanah Air. Supaya lebih jelas mengenai konflik persepakbolaan kita, bisa dilihat di sini. Saya mulai suka Bajul Ijo ketika mereka berhasil mencapai final Liga Indonesia di tahun 1999. Meski akhirnya harus menyerah dari PSIS Semarang lewat gol tunggal Tugiyo di menit-menit akhir pertandingan, namun saya menyaksikan penampilan luar biasa dari Arek-arek Suroboyo ini. Tembakan bertubi-tubi para pemain Persebaya mampu digagalkan penampilan gemilang kiper Laskar Mahesa Jenar, I Komang Putra. Hasilnya, PSIS berhasil mengungguli Persebaya lewat gol dari striker berdarah Tegal, Tugiyo. PSIS pun merengkuh gelar juara Liga Indonesia untuk pertama kalinya. Saya juga punya klub favorit di luar negeri, yaitu Liverpool FC. Kecintaan saya pada tim ini terbilang unik. Seperti cinta pada pandangan pertama. Dimulai ketika di akhir tahun 90-an waktu saya masih duduk di bangku SD. Pertandingan sepakbola pertama yang saya saksikan adalah pertandingan antara Liverpool melawan (kalau tidak salah, agak lupa soalnya) Derby County. Waktu itu saya nonton bareng sepupu di rumahnya, secara kala itu di rumah saya belum ada tivi. Lagi pula di masa-masa itu televisi masih jadi barang langka di kampung saya. Kami, warga kampung, terbiasa menonton berjamaah. Buruk? Tidak, justru hal ini memberi poin tersendiri yaitu mempersering intensitas ‘bertamu’ ke rumah tetangga. Mempererat silaturahim, bukan? 

:D
:D
Sepupu saya bercerita tentang kehebatan Liverpool. Bukan tentang prestasi yang pernah diraihnya, tapi tentang pemain-pemain hebat yang mereka miliki. Di antaranya ada Steve McMananam, Jamie Carragher, Robbie Fowler, dan striker belia berbakat Michael Owen. Praktis, sejak itu tim sepakbola yang saya kenal (yang kemudian benar-benar saya cintai) tak lain dan tak bukan adalah Liverpool. Meski selanjutnya saya mengenal klub-klub besar lain sekelas MU, Arsenal, Madrid, Barcelona, Milan, ataupun Inter, tapi kecintaan saya akan The Reds sudah terlanjur terpatri di hati ini. Apalagi ketika saya mulai tahu sejarah dan prestasi yang pernah diraih tim yang bermarkas di Anfield ini, kefanatikan saya semakin menjadi. Padahal ketika saya mulai ngefans sama Liverpool, tim ini sedang kering prestasi lho. Bahkan mereka sudah lama sekali tidak merasakan gelar juara liga Inggris yang terakhir diraih pada tahun 1990. Tapi apa dikata, saya terlanjur mencintai Liverpool apa adanya, dengan segenap baik dan buruknya. Semacam cinta buta? Hmmm, menurut saya sih iya. Bukan rahasia lagi kalau fanatisme buta semacam ini yang menjangkiti para penggemar bola. Kalau disuruh berdebat mengenai tim kesayangannya, pasti tiap orang punya alasan kuat tentang kecintaannya pada klub favorit. Seandainya klubnya diledek oleh pecinta klub lain, pasti ia akan punya segudang alasan untuk menyanggahnya, ia juga akan berusaha membela klub tercintanya mati-matian. Nah, ada sesuatu yang saya bilang unik dibalik kecintaan seseorang akan klub sepakbola. Ada yang suka karena sejarahnya, ada yang demen gara-gara klub tersebut memiliki pemain terkenal, ada juga yang cinta mati sama tim tertentu karena gaya permainan yang diterapkan para pemain di klub tersebut sangat memukau, dan masih banyak alasan lain yang mendasari kecintaan mereka, para suporter, akan klub sepakbola. Jadi bukan semata-mata karena prestasi saja. Tak usah heran kalau tim-tim medioker yang jarang berprestasi semacam Newcastle, Fiorentina, Norwich City, Malaga, Parma, atau klub-klub Eropa lainnya, punya penggemar di Indonesia. Meski jumlahnya tak sebanyak penggemar klub yang langganan juara seperti Barcelona, MU, Madrid, Chelsea, Milan, Arsenal, dan klub-klub papan atas lainnya. Nah, kalau mereka ditanya alasan mengapa sampai suka berat sama klub itu, tentu mereka akan punya alasan berragam. Di media-media sosial, seperti facebook dan twitter, saya bertemu dengan orang-orang yang juga penggemar klub sepakbola, terutama tim dari benua biru. Setiap klub mereka selesai bertanding, saya suka membicarakan hasil pertandingan. Tak jarang bila klub yang mereka sukai menelan kekalahan, saya iseng-iseng meledek mereka. Ya, sekedar iseng-iseng saja, tak ada niat lebih. Seperti memancing emosi mereka, misalnya. Tidak, saya tidak pernah punya maksud demikian. Bagi saya, ada dua hal yang menurut saya menjadi dopping tersendiri saat nonton pertandingan sepakbola di televisi. Yang pertama adalah taruhan. Saya sering melihat orang melakukan taruhan untuk sebuah pertandingan sepakbola, dari yang sekedar taruhan rokok sebungkus, sampai yang taruhan duit ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Tapi saya tak menyarankan kalian mengikuti judi bola semacam ini, saya sendiri juga belum pernah ikut taruhan bola. Lalu yang kedua menurut saya, saling ledek pendukung tim lawan. Hahaha, akan semakin seru kalau nonton bola bareng suporter fanatik tim lawan, pasti akan ada balas membalas ejekan kalau tim lawan kebobolan. Tiap nonton bola saya selalu demikian, bahkan ketika yang bertanding bukan tim favorit, saya dan teman-teman menentukan tim yang didukung sebelum pertandingan berlangsung. Dengan harapan supaya ada semangat buat nonton. Ya, seperti yang sudah-sudah, supaya ada ejek-ejekan di antara kami. Tapi cara ini jangan sampai diterapkan kalau pas nonton langsung di stadion ya, apalagi di Indonesia. Bisa-bisa bakalan terjadi kerusuhan seperti pertandingan antara Persija dan Persipura di Mandala Kridabeberapa waktu lalu. Ini adalah cara saya dan teman-teman menikmati sebuah pertandingan sepakbola. Lalu, bagaimana cara kalian menikmati sepakbola? @AanNoe on Twitter

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun