Mohon tunggu...
Muhammad Burhanuddin
Muhammad Burhanuddin Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

No Matter

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tukang Ojek Ingusan

22 Maret 2016   15:14 Diperbarui: 22 Maret 2016   15:38 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masyarakat umum beranggapan bahwa dengan adanya angkutan berbasis online segalanya bisa menjadi lebih mudah, tinggal klik jemputan datang, ya memang benar adanya. Bahkan ketika diadakan survei konsumen, masyarakat lebih memilih angkutan berbasis online ketimbang angkutan konvensional, lantas bagaimana pemerintah menanggapi hal ini ? nyatanya setelah memahami permasalahan antara kedua belah pihak, pemerintah menampakan raut muka kebingungan. 

Bingung dalam menengahi perkara ini, di satu sisi pemerintah melayangkan surat penyetopan terhadap angkutan online, di sisi lain pemerintah memberi solusi untuk angkutan konvensional agar mereka berinovasi mengikuti zaman. Jadi hingga sekarang pemerintah belum memberikan obat penenang bagi kedua belah pihak ini, melemparkan permasalahan kepada masyarakat bukanlah hal cerdas, karena ini bukan lingkup konsumen, masyarakat sebagai konsumen, sedangkan kedua belah pihak angkutan sebagai produsen. Sangat naif dan tampak bingung.

Saat kita menelisik permasalahan ini ternyata bukan masalah digital versus konvensional tapi lebih dari itu, yakni ricuh pedagang versus pedagang, artinya penggerak bisnis angkutan online tidak memahami apa itu etika dagang seperti istilah "merusak pasaran" atau "menyerobot konsumen", analisa pribadi saya beranggapan bahwa anak-anak muda yang menggerakkan bisnis online memang harus belajar lagi tentang pasar, GoJek misalnya memasuki pasar tanpa mengindahkan keadaan pasar dengan memasang tarif jauh dibawah harga pasaran, tentunya ini menyakiti hati para pebisnis konvensional, sekali lagi ini bukan masalah canggih atau tidak canggih, atau pinter-pinteran tapi lebih ke etika, atau kesepakatan yang berada di pasar.

 Dengan mengikutsertakan konsumen ke dalam lingkaran seperti yang dilakukan pemerintah adalah tindakan bodoh, karena sekali lagi ini antara pedagang dan pedagang, ya jelas masyarakat lebih memilih yang praktis dan murah, tapi tidak semudah itu untuk mengubah pasar yang begitu besar yang dipenuhi banyak pedagang. Jika hal ini dipaksakan maka seperti inilah yang terjadi, crash antar driver karena mereka takut kehilangan lahan rejeki. 

Jadi, saran saya pribadi sebaiknya para penggiat bisnis online lebih memahami pasar, bukan bermaksud untuk meraup keuntungan saja tapi juga untuk menekan hal-hal yang malah merusak perputaran ekonomi bahkan pertumpahan darah hanya karena anak ingusan yang tidak memahami pasar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun