Mohon tunggu...
Aan Hartono
Aan Hartono Mohon Tunggu... Administrasi - Perencana

Pemerhati Sosial Ekonomi, tinggal di Kab.Malinau Kaltara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

RT Bersih dan Bangkitnya Kekuatan Laten “Social Capital”

23 Juli 2016   13:44 Diperbarui: 25 Juli 2016   07:12 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kerja Bakti Masyarakat Malinau Membersihkan Selokan

Viral media sosial facebook warga Malinau pada minggu-minggu ini banyak dipenuhi oleh gambar kegiatan kerja bakti masyarakat di setiap Rukun Tetangga (RT). 

Tidak hanya sebatas warga biasa yang berprofesi sebagai petani maupun pedagang tetapi para pejabat eksekutif mulai Bupati, Wakil Bupati, Sekretaris Daerah dan Para Kepala SKPD serta pejabat legislatif mulai Ketua DPRD beserta para anggota tanpa kecuali ambil bagian dalam kerja bakti di lingkungannya masing-masing. 

Semangat seluruh warga Malinau ini tentu saja merupakan sebuah modal besar pembangunan daerah yang jika dikelola dengan baik menjadi kekuatan dalam menopang kemajuan daerahnya.

Dalam konteks Teori pertumbuhan ekonomi yang banyak dikenal melalui buku teks,  selalu menyebut tiga modal yang menjadi kunci keberhasilan pembangunan suatu wilayah yaitu: modal alam, modal fisik (uang dan bangunan), dan modal manusia. Ketiga macam modal tersebut seolah olah sebagai faktor penentu keberhasilan pembangunan, sehingga setiap negara idealnya memiliki ketiga modal tersebut (Iyer 2005). 

Analisis seperti ini sangat umum dilakukan para ekonom terutama dari aliran Neo-klasik. Luput dari analisis ini adalah interaksi para aktor ekonomi di pasar. Interaksi yang dimaksud meliputi upaya membangun jaringan, transaksi, dan proses entertainyang merupakan kebiasaan dalam dunia ekonomi.

Ketua DPRD Malinau Ikut Berpartisipasi dalam Kerja Bakti di Lingkungannya
Ketua DPRD Malinau Ikut Berpartisipasi dalam Kerja Bakti di Lingkungannya
Bagi sebagian orang, interaksi ini dianggap sebagai wilayah budaya dan sosial yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan produktivitas sehingga diabaikan dalam analisis ekonomi neoklasik. Hubungan budaya dengan kemakmuran ekonomi sebenarnya sudah pernah ditulis Max Weber dalam karya klasiknya tentang Etika Protestan dan Kapitalisme. 

Setelah itu muncul beberapa karya tentang hubungan budaya dan ekonomi namun tidak setenar karya Weber. Pada intinya kajian budaya dalam pembangunan menekankan bahwa keberhasilan suatu masyarakat tidak hanya tergantung pada sumber daya alamiah seperti yang banyak dikutip buku teks tapi sumber daya masyarakat sipil ikut menentukan pertumbuhan ekonomi (Scheneider 2000). 

Hal ini menunjukkan bahwa ada sumber daya lain di luar modal fisik dan modal manusia yang berperan dalam pembangunan ekonomi. Walaupun pada awalnya terjadi perbedaan pandangan antara para ekonom dan ahli ilmu sosial lain tentang peran faktor non-ekonomi, namun pada akhirnya mereka sepakat bahwa yang sering dilupakan dalam analisis pertumbuhan ekonomi adalah “modal sosial” atau (social capital).

Defenisi modal sosial sangat beragam, namun secara umum modal sosial dapat dimaknai sebagai institusi, hubungan, sikap dan nilai yang memfasilitasi interaksi antar individu antar kelompok masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan melalui pembangunan ekonomi dan pembangunan masyarakat itu sendiri (Iyer 2005). Ada beberapa tokoh yang berperan memperkenalkan konsep modal sosial dalam karya-karya mereka seperti Bourdieu, Coleman dan Putnam (Sabatini, 2005).

Menurut Bourdieu ada 3 dimensi modal yang berhubungan dengan kelas sosial yaitu: modal ekonomi, modal kultural, dan modal sosial. Bourdieu adalah ilmuan sosial dari aliran Neo -Marxis yang mengaitkan modal sosial dengan konflik kelas. Modal sosial bagi Bourdieu adalah relasi sosial yang dapat dimanfaatkan seorang aktor dalam rangka mengejar kepentingannya. Dengan demikian modal sosial bisa menjadi alat perjuangan kelas.

Meminjam definisi Bourdieu tentang modal sosial yaitu adanya relasi sosial seorang aktor dalam mengejar kepentingannya, maka dalam berbagai sudut pandang, aktor dimaksud bukan hanya sekedar pimpinan daerah yang berkepentingan dalam realisasi janji politiknya namun dalam skala mikro aktor dimaksud boleh jadi adalah Ketua RT yang merupakan motor utama penggerak di lingkungannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun