Upah yang diterima seseorang dalam Islam dianggap halal jika diperoleh melalui cara-cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, termasuk dalam hal ini adalah menjalankan pekerjaan dengan jujur, adil, dan penuh tanggung jawab. Namun, jika seseorang melanggar prinsip-prinsip ini, misalnya dengan tidak bekerja secara jujur, tidak mematuhi jam kerja, atau tidak menjalankan tugas sesuai dengan amanah yang diberikan, maka status kehalalan upah tersebut dapat dipertanyakan.
 Prinsip-Prinsip dalam Islam Mengenai Upah
1. Kejujuran dan Keterbukaan
  - Dalam Islam, kejujuran dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam pekerjaan, adalah wajib. Jika seseorang menerima upah untuk pekerjaan yang tidak dikerjakannya dengan benar atau menyalahgunakan waktu, ini dapat dianggap sebagai bentuk penipuan. Allah SWT berfirman:
   ```
   ```
   "Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang), yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi." (QS. Al-Mutaffifin: 1-3).
   Ayat ini, meskipun berbicara tentang kecurangan dalam timbangan, juga relevan dalam konteks pekerjaan: seseorang tidak boleh mengambil upah tanpa memberikan kontribusi atau usaha yang sesuai.
2. Pemenuhan Amanah dan Kewajiban
  - Menerima upah tanpa melakukan pekerjaan yang sesuai dengan amanah atau tugas yang diberikan berarti mengambil sesuatu yang bukan haknya. Rasulullah SAW bersabda:
   "Barang siapa yang menipu kami, maka dia bukan dari golongan kami."_ (HR. Muslim)
   Ketidakjujuran dalam pekerjaan, seperti melanggar jam kerja atau tidak menjalankan tugas dengan baik, dapat dikategorikan sebagai penipuan atau pengkhianatan terhadap amanah.