Aku bersandar di sudut jendela berwarna cokelat depan teras rumah dengan tanaman cabai dan pohon stroberi yang menggantung dalam pot berwarna putih. Aku hanya duduk merenung, mengingat apa yang harus dilakukannya besok? Anaknya yang pertama sedang jatuh sakit tambah anak kedua bekal pempers dan susu pun sudah habis.Â
Sang suami tak pernah mau mendengar keluh kesahnya. Seolah tak perduli apa yang terjadi pada anak dan istrinya. Acuh tak acuh, begitulah sifatnya. Mungkin, tak sadar atau memang disengaja, hati manusia tak ada yang mengetahuinya.
Belenggu yang kian menderita menjadi batu kerikil dalam perjalanan hidup. Seolah menginjak bara api yang semakin berkobar dalam diri. Tak bisa berbuat apa-apa selain bertahan demi sebuah rumah tangga yang penuh dengan drama.
Apa ini ajang sebuah dilema cinta atau memang ujian tuhan yang tak pernah habis di telan usia. 10 tahun pernikahan seperti tak berarti, selalu saja ada perih dan prahara yang kian mendera jiwa.Â
Jangan mengeluh, jangan bersedih. Seperti pepatah, habis gelap terbitlah terang, semoga masalah ini segera berlalu dan menemukan solusi terbaik selain kata perpisahan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H