Mohon tunggu...
Em Amir Nihat
Em Amir Nihat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Kecil-kecilan

Kunjungi saya di www.nihatera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apakah Volume Suara Toa Perlu Diatur?

15 Maret 2022   10:33 Diperbarui: 15 Maret 2022   10:40 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kontroversi potongan video Menag yang katanya membandingkan suara adzan dengan suara anjing semakin menyulut kemarahan. Padahal ternyata jika kita melihat video yang utuh ( tidak sepotong-potong ) narasi yang katanya membandingkan itu tidak terjadi. Ibarat tulisan, itu dua paragraf yang berbeda sehingga tidak bisa dijadikan satu paragraf. Lalu siapakah yang dengan tega melakukan fitnah itu? Siapa yang mengadudomba Umat Islam sehingga kita malah bertengkar satu sama lain?  Jangan-jangan memang ada yang sedang bermain. Ada yang mencoba mengadu domba Umat Islam. Hati -- hati mengkotakan simbol kebencian, Kita perlu waspada.

Ternyata jauh sebelum heboh pro kontra soal aturan pengeras suara di masjid, Syekh Mutawalli Asy-Sya'rowi ( Ulama Al Azhar, Mesir ) pernah mewanti-wanti agar jangan menghilangkan rahmat yang telah diberikan oleh Allah yaitu dijadikannya waktu malam untuk istirahat sehingga jangan mengganggu dengan pengeras suara yang berlebihan.

Beliau mengingatkan tahapan dzikir yaitu Ingatlah Tuhanmu dalam hatimu. Ini tahap pertama yakni jika engkau sendiri yang mendengar itu namanya dzikir sirri ( samar ) lalu jika orang lain ingin mendengar maka jangan sampai kencang atau keras suaranya melainkan memelankan suaranya.  Jadi dari hati, samar lalu tidak mengeraskan suara. Beliau kemudian membacakan Q. S. Al Isra ayat 110 :

"Katakanlah (Muhammad), "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu dapat menyeru, karena Dia mempunyai nama-nama yang terbaik (Asma'ul Husna) dan janganlah engkau mengeraskan suaramu dalam sholat dan janganlah (pula) merendahkannya dan usahakan jalan tengah di antara kedua itu."

Dari ayat itu sudah jelas sekali bahwa Agama Islam yang rahmatanlil'alamin memang mengayomi semuanya. Artinya jika kita kritis tentang pengeras suara bukan berarti kita menolak syiar Islam tetapi justru dengan mengatur suara supaya tidak mengganggu itulah syiar Islam, sebab bisajadi ada orang yang sedang susah tidur, ada orang yang lanjut usia, ada yang sedang sakit, ada yang memang butuh sekali tidur yang nyaman dan yang paling penting sebagai Orang Islam jangan sampai kita malah menghilangkan rahmat Allah yakni dijadikannya waktu malam untuk istirahat.

Yang dikritisi disini pun bisajadi bukan soal perkara suara adzan sebab suara adzan masih bisa dimaklumi karena itu memang panggilan sholat yang sangat penting sebagai penanda. Yang dikritisi justru kadang orang yang membaca AlQur'an tengah malam dengan memakai toa padahal ibadah membaca AlQur'an itu ranahnya personal bukan umum sehingga tidak tepat apalagi kalau yang membacanya ternyata kaset rekaman atau suara youtube sedangkan yang menyetel malah tidur atau leyeh-leyeh. Hal ini ternyata pernah ditulis oleh Gus Dur dalam esainya : Islam Kaset dan Kebisingannya ( https://gusdur.net/islam-kaset-dan-kebisingannya/ ) sebuah esai kritik membangun tentang bagaimana harusnya Umat Islam bersikap tentang pengeras suara.

Ternyata aturan pengeras suara juga diberlakukan di Negara lain. Misalnya di Arab Saudi hanya memakai speaker dalam masjid dan hanya boleh digunakan untuk adzan, sholat jumat, sholat ied dan sholat minta hujan. Di Malaysia hanya boleh memakai pengeras suara luar untuk adzan. Di Mesir melarang pengeras suara saat Ramadhan agar setiap umat dapat menjalankan ibadah sholat tarawih dengan tenang. Di India pengadilan Mumbai memantau masjid yang menggunakan speaker secara ilegal. Di Pakistan ( 2015 ) hanya memperbolehkan satu pengeras suara di masjid (2018) memperbolehkan 4 pengeras suara di Punjab. Di Bahrain memberi aturan pengeras suara adzan yang terlalu tinggi dapat dikenakan hukum. Di Uni Emirates Arab batas pengeras suara 85 dB dan warga yang terganggu dapat mengajukan keluhan. ( Tirto.id )

Sayangnya niat baik yang membawa Islam sebagai rahmatanlil'alamin ini malah dikira sebagai ancaman atau memberangus syiar Islam akibat cepat merespon hal tanpa tabayun terlebih dahulu. Semoga saja kehebohan ini membuat pelajaran kepada kita tentang waspada pada informasi baru dan semoga saja masjid semakin banyak jamaahnya. Atau jangan -- jangan kita koar-koar doang tapi malah tidak berjamaah?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun