Sore hari mendung masih menyelimuti di bumi Desa Secadipa, suasana yang asri dengan pepohonan-pepohonan menjulang, hektaran sawah yang ditanami padi menari-menari nyiur melambai. Chairil baru saja pulang dari perkotaan. Chairil kini jadi karyawan di salah satu pabrik ibu kota.
Chairil yang berasal dari desa, lengkap dengan segala budaya, adat dan kebiasaan sederhana khas orang desa harus memutar fakta bahwa ia kini menghadapi budaya dan kebiasaan orang kota yang terkesan apatis dan hedonis. Meskipun tidak semua, pikir Chairil.
Setelah sampai di rumah, membawa bingkisan buat orangtua dan tetangga, Chairil langsung disambut teman-temannya. Bapak dan ibunya menyambut dengan ramah khas orang desa. Ibu pergi ke belakang hendak membawakan air minum dan makanan buat para tamu.
"Gimana hidup di kota, Ril? Pasti enak ya. Bisa beli apa-apa ada. Gadisnya cantik-cantik. Banyak gedung-gedung mewah. Gak kayak disini tiap hari lihat sawah terus." Hamim menggerutu
"Kata siapa enak. Tiap hari menghadapi kemacetan, polusi udara dan suara. Jarang lihat pepohonan hanya dikelilingi gedung. Seolah rutinitas itu-itu saja. Seperti robot. Justru di desa aku merasa benar-benar menjadi manusia lengkap dengan perasaannya." Chairil menjawab
Gunawan langsung menyaut
"Apalagi ada adagium Orang Desa itu udik. Kolot. Hingga ada ucapan "dasar ndeso" seolah orang desa begitu rendahnya. Padahal fakta berbicara justru Orang Desa itu mulia. Jadi, jangan percaya ucapan Orang Kota sebab Patokan Orang Kota hanyalah uang semata sedangkan Patokan Orang Desa adalah kemanusiaannya"
"Setelah aku pikir-pikir, kebiasaan orang desa justru lebih mengarah ke perilaku Nabi. Mari kita teliti satu per satu ya," Sambil menghitung pakai jari yang ditekuk satu per satu, Chairil mulai menghitung
"1. Nabi makan pakai tangan mengajarkan kesederhanaan, orang desa makan pakai tangan (muluk). Orang kota mengajarkan pakai sendok,Â
2. Nabi menyuruh kita berbuat baik pada tetangga, tiap mensyukuri kelahiran dengan weton selalu kita menyedekahkan makanan berupa bubur ke tetangga, orang kota boro-boro mau, banyak alasanlah ribet,
3. Nabi menyuruh kita menjenguk orang sakit, orang desa kalau mendengar ada tetangganya yang sakit semua berduyun-duyun menjenguk pertanda kuatnya gotong royong, tanpa harus tau syariat Islam dengan sendirinya orang desa sudah mempraktikan perilaku Nabi,Â