Jika batas adalah akal maka hilangkanlah akalmu dan gunakanlah hati nuranimu. Mengapa masalah begitu berat? Sebab akal menyetujui hal itu berat. Bagaimana kalau kita panggil saja hati nurani untuk menampung masalah yang terlanjur berkelit ini.
Awas saja ya, jika hati masih kalah dengan otak. Otak masih kalah dengan otot. Otot masih kalah dengan Ucap.
Akalku menyangka bahwa di pagi itu, senyuman manismu datang secara tiba-tiba bagai proposal cinta dan aku disuruh menandatanganinya. Tentu aku akan menandatanganinya di buku nikah kita kelak. Tunggu saja.
Jika cinta itu hanya cinta mengapa akalku selalu bilang "Jangan coba-coba mendekati bidadari. Jika harta kau tak punya. Jika tahta kau tak ada." Akibat bisikan ini aku selalu mundur dalam indahnya senyuman itu. Terkadang aku merasa berdosa telah mengabaikan senyumanmu. Lebih-lebih lagi ibadah senyumanmu itu bisa mengantarkanmu ke surga.
Mengapa aku bilang bahwa kamu sangat cantik bagai Seorang Putri. Jawabannya ada dua hal : kamu terlihat cantik karena berhasil menjaga pandangan lelaki dengan hijabmu. Kedua, kamu terlihat cantik karena akhlak muliamu.
Kata-kataku hanya doa yang mengalir bagai telaga hanya untukmu. Sedangkan dalam dunia nyata kita, kata-kata sudah tidak berdaya dan justru perkataanlah yang akhirnya menang. Pepatah cinta mengatakan "seribu puisi kalah dengan satu pernyataan!"
Sayangnya aku hanya mampu berpuisi. Apakah kamu menerimanya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H