Yang tercinta para caleg yang telah berani berkorban harta, benda dan keluarga untuk maju ke proses demokrasi yang kita kenal dengan PEMILU. Kenapa saya bilang tercinta karena dalam konteks demokrasi keterwakilan seperti di Negara kita tercinta, dengan keadaan apapun kita masih membutuhkan DPR, DPRD dan DPD sebagai alat kelengkapan Demokrasi terlepas dari kualitas orang per orang. Dengan keadaan apapun saya pribadi masih mencintai Indonesia sebagai negara Demokrasi, meski tak menampik kenyataan menurut saya demokarasi kita masih berada di permukaannya saja.
kenapa saya bilang masih dipermukaan, coba saja lihat kinerja demokrasi kita. Keterwakilan kita masih sebatas pada sesuatu yang enak enak saja. Rakyat masih banyak yang kekurangan, wakil kita sudah "mewakili" dengan berbagai kelebihan seperti kelebihan mobil, rumah maupun istri heheheh (sebagian lho).......sisi lain keterwakilan di permukaan adalah janji-janji untuk mendapatkan sesuatu seperti tenda kursi bahkan gelas untuk rt jelas belum mencerminkan perencanaan yang baik dalam keterwakilan kita. ada lagi yang rada miris, rame-rame masyarakat diminta jadi peserta BPJS untuk menjamin kesehatannya ada sebagian wakil kita rame-rame berobat ke negeri singa (mudah-mudahan tidak kena penyakit raja singa....hehehe)
kenapa saya mengambil judul itu, menurut saya pemimpin atau wakil yang akan mengawasi dan menjadi mitra pemimpin harus seperti Baliho atau spanduk yang mereka pasang. Meraka harus ada di tengah-tengah masyarakat meski panas dan hujan bahkan angin (baliho kan gak bisa jalan hehehe). Mereka harus selalu tersenyum dengan keadaan apapun (seperti photo di baliho yang sebagian fotogenik dan manis manis kayak artis) mereka harus berguna sebagai tempat berteduh (maaf..pernah saya lihat bekas baliho caleg jadi terpal warung mie ayam)..mereka harus tidak tersinggungan dan penyabar (seperti baliho korban vandalisme seperti di sobek dan di coret-coret) mereka harus bisa menjaga alam (saya kemaren lihat baliho yang dipasang di Delta Sungai) Mereka harus bisa menjaga lahan pertanian (saya kemaren lihat ada baliho caleg di tengah sawah) dan yang sebenarnya mereka harus pelajari jangan sekali-kali memasang baliho di Pohon-pohon, karena itu menandakan anda-anda belum tahu perjuangan.
Sekedar berbagi aja berdasarkan pengalaman saya bersepeda tiap pagi, pohon teduhan di jalan untuk bisa hidup dan menjadi media kampanye sodara-sodara. Perjuangan mereka (karena pohon juga mahluk hidup) cukup panjang. Sejak mereka kecil mereka harus hidup sendiri (karena sebagian pohon teduhan kurang mendapat perhatian) air untuk hidup mengandalkan air hujan, belum lagi ada jadi makanan santapan hewan yang lewat atau jadi sasaran ulah vandalisme orang-orang yang lewat. Bayangkan betapa berdosanya panjenengan-penjenengan yang tidak ikut memelihara tetapi main paku saja, bayangkan kalo pohon dipaku itu seperti kita ditusuk duri tapi tidak diambil dan dalam kasus ini durinya banyak (karena yang masang baliho banyak juga hehehe).
Mudah-mudahan tulisan ngawur ini ada yang tidak ngawur supaya para pengawur-pengawur tidak semakin ngawur sekian terima kasih.........................................................................
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H