Dua diantara pendekatan yang dipakai dalam penelitian adalah Filosofis dan Klinis. Tapi sebelumnya saya mohon maaf, karena istilah ini saya buat sendiri. Ini hanya hasil merenung dan berdiskusi. Saya yakin sebenarnya ada penyebutan yang lebih umum untuk kedua istilah tersebut. Tapi saya belum tahu. Jadi kita pakai saja istilah filosofis dan klinis.
Penelitian yang filosofis adalah yang berusaha mencari solusi penemuan berdasarkan filosofi, atau hakikat dari persoalan tersebut, lalu mencocokan dengan metode lama atau bisa juga mencari metode baru untuk dijadikan solusi. Penggunaan metode juga didasarkan pada filosofi atau hakikat atau dasar dari metode tersebut. Umumnya penemuan besar berawal dari penggunaan pendekatan seperti ini, contohnya Einstein, dan sebagainya.
Sedangkan penelitian klinis adalah penelitian yang berasal dari dugaan yang sifatnya menebak-nebak. Ada masalah dan ada sekumpulan solusi. Lalu dicoba, untuk dicocokan satu per satu. Dan solusi yang ditemukan pas dianggap sebagai jawaban atas permasalahan tersebut. Salah satu penemuan besar yang ditengarai menggunakan metode ini adalah pemilihan bahan dalam penemuan lampu oleh Thomas Alfa Edison. Ia mencoba-coba bahan satu persatu hingga akhirnya menemukan bahan yang cocok untuk lampu.
Menurutku keduanya bagus, asal dikerjakan secara totalitas. Pendekatan filosofis hampir dapat dipastikan akan dikerjakan secara totalitas karena menggali dasar atas permasalahan dan menemukan solusi berdasarkan hakikat dari permasalahan tersebut. Walau tetap bisa saja ada hal yang terlewatkan, namun pendekatan ini umumnya lebih menemukan solusi yang hakiki.
Sedangkan untuk pendekatan klinis, bisa jadi kita menemukan jawaban atas suatu persoalan. Tapi bukan mustahil jawaban tersebut hanya merupakan jawaban yang sifatnya kebetulan, bukan jawaban hakiki. Peneliti yang menggunakan pendekatan klinis tidak boleh cepat puas bila menemukan sebuah solusi, melainkan harus menggunakan banyak studi kasus. Dan menelusuri kembali mengapa solusi tersebut dapat menjadi jawaban dari permasalahan yang dihadapi. Bila tidak, maka boleh jadi jawaban tersebut bukan jawaban yang benar, melainkan hanya merupakan sebuah kebetulan belaka. Seperti halnya teori evolusi yang kontroversial itu, yang kebetulan menemukan beberapa kesamaan dengan realitas.
Penelitianku tadinya menyuguhkan sebuah metode baru. Metode tersebut awalnya lahir dari pendekatan filosofis, namun memang belum dalam. Hingga di titik tertentu aku menemukan ketidak-singkronan. Ada hal yang sia-sia di sana. Bertemu dengan kenyataan seperti ini, saya sempat terfikir untuk dicobakan saja secara klinis. Namun pada akhirnya saya memilih untuk tidak perlu dicobakan. Karena kalau pun benar, bisa jadi hanya sebuah kebetulan. Apalagi saya hanya pakai satu studi kasus.
Saya tidak mau penelitian saya pada akhirnya malah menyesatkan hanya karena ingin dianggap sebagai sebuah penemuan metode baru. Maka, saya biarkan saja apa adanya. Dan saya akui bahwa hipotesis saya belum tepat secara filosofis. Biarlah. Toh bila untuk sekedar S1, penelitian ini sudah sangat cukup. :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H