Mohon tunggu...
Ahmed Adrianov
Ahmed Adrianov Mohon Tunggu... Akuntan - Mengerjakan Pembukuan tapi bukan Kutu buku.

Menyukai kopi, sastra, film, musik, dsb :) Menulis juga di www.aadriana.net

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku dan Ani

4 November 2021   11:05 Diperbarui: 4 November 2021   11:09 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Semenjak kemunculan wabah Covid, kehidupan banyak orang terganggu. Aku mendengar dari siaran di TV yang memberitakan bahwa kegiatan ekonomi seluruh dunia terganggu karena wabah ini. Banyak perusahaan harus gulung tikar karenanya. Belum lagi jumlah orang yang terjangkit yang semakin bertambah dari hari ke hari, baik yang sakit maupun meninggal. Semua orang mengalami masa-masa sulit karena wabah ini, tak tekecuali pabrik tempat Paman bekerja. Gaji Paman yang tidak seberapa sebagai buruh pun harus mengalami pemotongan setiap bulannya karena kondisi keuangan pabrik yang terganggu sebagai imbas dari wabah.

Rupanya cobaan Paman dan Bibi belum berhenti sampai di situ. Karena kondisi keuangan yang semakin buruk, pabrik tempat Paman bekerja terpaksa mem-PHK separuh dari jumlah seluruh pegawai; dan Paman yang memang belum lama bekerja di sana harus menerima kenyataan terkena PHK. Paman yang baru saja diangkat mejadi Supervisor Produksi dan belum lama menikmati kenaikan pangkat itu, sudah harus menerima kenyataan terkena PHK.

Pemilik pabrik memberi Paman pesangon sekedarnya. Dari uang pesangon itu, sebagian digunakan untuk melunasi utang dan membayar DP (uang muka) pembelian sepeda motor. Dengan sepeda motor itu, paman berencana untuk mulai bekerja sebagai pengemudi ojek daring (online) setelah tidak lagi bekerja di pabrik.

Aku ikut merasa sedih akan kenyataan yang harus dihadapi oleh Paman dan Bibi, namun aku pun tidak bisa berbuat banyak untuk membantu mereka. Yang bisa aku lakukan saat ini adalah dengan tidak membebani banyak hal kepada mereka dan melakukan tugas-tugasku untuk membantu menjaga si kecil Ani dengan baik. Bukankah memang hanya itu tugasku selama ini? Demikian aku berpikir dalam hati.

*************

Sudah beberapa bulan ini Paman bekerja sebagai pengemudi ojek daring. Sepertinya tidak mudah beralih profesi seperti yang Paman lakukan. Sebelum ini ia sudah terlalu terbiasa bekerja di pabrik, mengawasi para operator produksi mengoperasikan mesin-mesin pabrik. Tapi saat ini Paman harus mulai mencoba hal baru dengan bekerja sebagai pengemudi ojek daring. Sesuatu hal yang belum pernah ia lakukan dan berbeda dengan pekerjaan yang ditekuninya selama ini.

Semenjak muncul wabah Covid dan Paman di-PHK, aku perhatikan Paman dan Bibi jadi sering bertengkar. Semakin besarnya biaya kebutuhan rumah tangga dan cicilan yang harus dibayar, sementara penghasilan Paman sebagai pengojek yang jumlahnya tidak tentu, sering kali menjadi penyebab timbul pertengkaran di antara mereka. Akibatnya suasana di rumah pun terasa menjadi semakin suram. Paman dan Bibi juga mulai mudah marah untuk hal-hal kecil. Aku dan si kecil Ani yang tidak tahu apa-apa terkadang menjadi sasaran kemarahan Paman dan Bibi. Untunglah aku selalu bisa menghibur si kecil Ani jika ia sedang murung atau sedih.

*************

Wabah Covid masih terus bersemayam. Sepertinya belum ada tanda-tanda kapan akan berakhir. Kondisi ekonomi masyarakat juga belum pulih. Si kecil Ani tumbuh semakin besar menjadi anak yang lincah dan cerdas. Ia sudah pandai menyanyi, berjoget dan sudah bisa makan sendiri. Tak lama lagi ia tentu akan pergi bersekolah seperti Diva dan Nisa, juga teman-teman sebaya lainnya. Tentu Bibi nanti juga akan memintaku ikut menemani si kecil Ani ke sekolah. Namun demikian, untuk saat ini semua belum bisa berjalan normal. Anak-anak sekolah belum bisa belajar di sekolah. Mereka harus belajar di rumah secara daring. Para pekerja yang beruntung dan tidak kehilangan pekerjaan, sebagian juga bekerja di rumah secara daring.

Hari ini sudah jam setengah dua belas siang. Perutku terasa lapar sekali. Sejak kemarin aku belum makan. Biasanya Bibi tidak pernah lupa menyiapkan makan untukku. Mungkin Bibi kelelahan, demikian pikirku dalam hati. Aku juga dengar sesekali Bibi terbatuk-batuk. Sepertinya ia demam. Kemarin Paman mengantar Bibi ke dokter. Sejak pulang dari dokter, Bibi dan Paman tidak banyak bicara. Bahkan dengan si kecil Ani pun mereka hanya berbicara sesekali saja. Sementara masker seakan semakin lekat di wajah mereka, menutup rapat hidung hingga dagu, bahkan ketika berada di dalam rumah.

Saat ini kondisi rumah terasa sepi. Bibi sedang sibuk di dapur. Paman baru saja menerima order dari aplikasi daring dan berangkat menjemput penumpang. Si kecil Ani sedang tidur siang di kamarnya. Perutku mulai terasa perih. Sejak Bibi sakit, jadwal makanku jadi tidak teratur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun