Sebetulnya kebijakan ini mudah menemukan solusi, selama ini pemerintah ataupun institusi menerapkan biaya UKT yang terus berdinamika setiap tahunnya, bahkan bukan dinamika tetapi terus meningkat, baik dalih karena nilai rupiah yang semakin melemah ataupun harga kebutuhan institusi yang semakin memingkat. Tapi, sampai saat ini ternyata pemerintah dan pihak Perguruan Tinggi yang notabene menerapkan biaya yang berubah-rubah tiap tahunnya, tetap menggunakan latar belakang penghasilan orang tua yang tetap, dalam hal ini menggunakan penghasilan orangtua yang langsung dalam rupiah atau menggunakan nilai uang secara nominal.
        Padahal, pemerintah dibidang ekonomi juga sudah melakukan upaya penentuan sesuatu yang berubah dalam penghasilan seperti halnya penentuan UMR (Upah Minimum Regional) atau UMK atau UMP. Contoh penentuan UMR yang sudah dilakukn adalah penetapan upah minimum dilaksanakan setiap tahun melalui proses yang panjang. Mula-mula Dewan Pengupahan Daerah (DPD) yang terdiri dari birokrat, akademisi, buruh dan pengusaha mengadakan rapat, membentuk tim survei dan turun ke lapangan, yakni pada sejumlah kota dalam provinsi yang dinilai representatif. Tim ini akan mencari tahu harga sejumlah kebutuhan yang dibutuhkan oleh pegawai, karyawan dan buruh. Setelah survei di diperoleh angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL) -dulu disebut Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Berdasarkan KHL, DPD mengusulkan upah minimum regional (UMR) kepada Gubernur untuk disahkan.
        Nah, kenapa tidak untuk biaya pendidikan pun seharusnya melalui proses yang panjang dengan masukkan variabel-variabel berubah tersebut atau paling tidak kenapa tidak UMR atau UMK atau UMP ini dijadikan dasar bagi penentuan UKT?. Karena nilai riil uang di tiap daerah berbeda sama halnya dengan UMR atau UMK atau UMP.
Contoh penentuan kelas dalam UKT menggunakan UMR atau UMK atau UMP
Kelas 1 adalah pengahasilan orang tua sebesar <0,5 x (UMR atau UMK atau UMP)
Kelas 2 adalah penghasilan orang tua sebesar 0,5 x (UMR atau UMK atau UMP) s/d 1,5 x  (UMR atau UMK atau UMP)
Dst.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H